Ahad 06 Jul 2014 21:55 WIB

Bisnis Baju Bekas Impor: Diburu Pembeli dan Bea Cukai

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Asep K Nur Zaman
Belanja di bursa baju bekas/ilustrasi
Foto: examiner.com
Belanja di bursa baju bekas/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Banyak orang ingin tampil gaya pada saat-saat istimewa. Menyiasati isi kocek dengan membeli baju bekas pun tak masalah, asal sesuai selera dan harganya cocok. Apalagi baju bekas itu hasil impor, tentu gengsinya tinggi.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Agung Kuswandono, mengungkapkan, berkarung-karung baju bekas dalam kontainer kerap dikirimkan dari negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, melalui kapal laut. "Di daerah, baju-baju ini dibisniskan," kata Agung, akhir pekan ini. 

Pengiriman baju bekas -- atau dikenal dengan sebutan monza -- itu dilakukan dengan kapal melalui Selat Malaka, jalur Nunukan, Kalimantan Timur. Satu karung bisa memuat sekitar 300 helai jins atau lebih banyak dari itu jika untuk pakaian tipis  seperti katun dan satin. 

Berapa keuntungan yang didapat penjual? Ternyata nilainya cukup lumayan. Menurut Agung, satu jins dibeli dari negara asal  sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu per karung. Penjual bisa menarik keuntungan sekitar Rp 50 ribu per helai. 

Pantauan Republika, monza mudah pula ditemui di kota-kota besar seperti Jakarta. Tengok saja Pasar Poncol Senen yang tenar di kalangan mahasiswa. Deretan pedagang menjajakan ribuan model dan jenis monza dari segala era. Jika jeli, merk-merk ternama pun bisa dibawa pulang dengan harga super miring. 

Tetapi, ada masalah dalam pasokan baju bekas dari luar negeri ke pasar di Indonesia. Selian diburu pembeli, impor baju bekas itu juga menjadi target perburuan Ditjen Bea Cukai, karena dianggap ilegal.

"Setiap tahun Ditjen Bea Cukai kerap menangkap kapal-kapal berisi baju bekas," ungkap Agung.

Berdasarkan peraturan Bea Cukai, pengiriman baju bekas menggunakan kapal tersebut melanggar peraturan impor. Potensi kerugian negara mencapai Rp 3,162 miliar per tahun. Hingga bulan Mei 2014, terdata 82 kasus telah ditangani oleh Bea Cukai.

Namun, belum ada aturan yang dijadikan dasar yang kuat selain pasal selundupan. "Jalan tikusnya banyak, jadi kita harus kerjasama dengan TNI dan Polri," kata Agung. 

Ratusan kapal berisi monza juga merambah daerah perbatasan. Ketika hari raya, jumlah kapal-kapal ini kian banyak dengan frekuensi bolak-balik yang semakin padat. Agung mengaku agak kewalahan menghadapi hal ini. karena terbatasnya anggaran. "Kami hanya memiliki 85 kapal untuk pengawasan di semua sektor," katanya.

Kehadiran monza dikatakan mengancam industri garmen dalam negeri. Terlebih permintaannya meningkat dari tahun ke tahun. Bukan hanya baju, melainkan aksesoris seperti tas dan sepatu. "Kedua adalah masalah harga diri bangsa. Masa pakai bahan bekas orang? Itu kan sampah. Apakah kita yakin itu bebas kuman?" kata Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement