Kamis 03 Jul 2014 12:59 WIB

Dahlan: Pemerintah Tidak Lagi Suntik BUMN Rugi

Dahlan Iskan
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Dahlan Iskan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Dahlan Iskan memastikan pemerintah tidak lagi memberikan penyertaan modal negara atau suntikan dana dari APBN kepada perusahaan milik negara yang mengalami kerugian dalam rangka restrukturisasi keuangan. "Tidak ada lagi suntikan, BUMN harus berusaha sendiri, jangan tergantung APBN. Kalau pun ada PMN, hanya diberikan kepada BUMN yang mendapat penugasan dari Pemerintah," kata Dahlan usai menggelar rapat pimpinan di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (3/7).

Menurut Dahlan, PMN kepada PT Askrindo karena pemerintah membutuhkannya untuk perpanjangan tangan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). "Ini PMN otomatis, karena begitu target KUR dinaikkan, maka PMN-nya harus disesuaikan," ujar dia.

Selain itu, PMN juga diberikan misalnya kepada perusahaan yang ditugasi membangun fasilitas pembuatan kapal selam terutama proyek lama yang diserahkan kepada BUMN. Sesungguhnya, ujar mantan Dirut PT PLN ini, sekarang ada juga PMN yang diberikan kepada perusahaan "plat merah" namun itu berasal dari aset BUMN yang statusnya belum ditentukan.

Dahlan mencontohkan, ada BUMN sekitar 20 tahun lalu mendapat tugas dari Pemerintah membangun proyek, setelah itu diserahkan dan dikelola BUMN yang bersangkutan. Namun saat ini ada di antaranya ada yang sudah diresmikan bahwa aset tersebut sudah menjadi milik BUMN melalui PMN, ada juga yang belum jelas status hukumnya.

"Kalaupun sudah dijadikan PMN, tetapi tidak ada uang yang dialokasikan dari APBN ke perusahaan itu. Itu disebut PMN non-cash," tegas Dahlan.

Kasus seperti ini, ungkap Dahlan, terjadi pada perusahaan yang ditugasi Pemerintah membeli kapal lewat Kementerian Perhubungan yang kemudian kapal itu diserahkan kepada PT Djakarta Lloyd (Persero). Termasuk pembelian mesin untuk pabrik gula BUMN.

Hingga saat ini tambah Dahlan, setidaknya aset yang menggantung yang belum ditetapkan statusnya nilainya sekitar Rp 50 triliun. "Ini tidak gampang memperjelas statusnya, karena di UU BUMN disebutkan setiap aset yang masuk BUMN harus dinilai. Sementara karena sudah terlalu lama, nilainya sudah turun," paparnya.

"Tidak mudah menyelesaikannya, tapi saya sudah menyelesaikan ini dengan Kementerian Keuangan dan kementerian terkait," tambah Dahlan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement