REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberhasilan Tim Negosiasi Pemerintah Republik Indonesia ‘memaksa’ Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk menaikkan harga ekspor Liquefied Natural Gas (LNG) Blok Tangguh, dari 3,3 dollar AS per MMBTU menjadi 8 dollar AS per MMBTU mendapatkan apresiasi dari Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam.
“Keberhasilan itu sekaligus menunjukkan, bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia bukan otopilot, namun ada proses, perjuangan dan faktor leadership dari pemimpin negara,” katanya, Selasa (1/7).
Seskab Dipo Alam menilai, keberhasilan Indonesia ‘memaksa’ pemerintah menaikkan harga LNG Tangguh itu membuktikan, keberhasilan leadership dari Presiden SBY, sehingga dihargai pemimpin RRT, baik dalam masalah Laut China Selatan maupun dalam upaya merenegosiasikan harga LNG Tangguh.
“Tidak mudah bagi siapapun meyakinkan Pemerintah RRT untuk menaikkan harga bahan impor yang disepakati dalam kontrak, jika tidak memiliki leadership yang hebat sebagaimana dilakukan Presiden SBY,” kata Seskab.
Karena itu, Seskab Dipo Alam berharap agar Presiden RI mendatang memiliki sikap seperti Presiden SBY, yang memiliki kemampuan pengetahuan ekonomi yang tinggi, serta memiliki leadership yang dihargai oleh pemimpin negara lain.
Sebelumnya, pemerintah telah berhasil ‘memaksa’ RRT menaikkan harga beli gas Tangguh di Papua Barat ke Provinsi Fujian, Tiongkok, dari 3,3 dollar AS per MBT menjadi 8 dollar AS per MMBTU.
Menurut Jero Wacik, pemerintah RRT sudah sepakat, kalau harga JCC-nya 100 dollar AS sebagaimana bulan lalu, maka penjualan harga gas Tangguh menjadi 8 dollar AS per juta kubik feet. Kalau harga JCCnya nanti 110 dollar maka harganya akan menjadi 8,65 dollar AS per juta kubik feet.
“Jadi ini kenaikan yang luar biasa, dan ini kesepakatannya naik terus. Jadi ini tahun 2015 naik menjadi 10,3 dollar AS per juta kubik feet, tahun 2016 menjadi 12 dollar AS per juta kubik feet, dan tahun 2017 menjadi 13,3 dollar AS per juta kubik feet,” kata Jero kemarin.
Menteri ESDM menegaskan, kontrak ini akan berlaku sampai dengan tahun 2034. Ia menyebutkan, kalau harga ini bertahan sampai dengan 2034 maka harga rata-ratanya nanti jatuhnya pada angka 12,8 dollar AS per juta kubik feet.
“Dengan adanya harga baru ini, kita akan mendapatkan 20,8 miliar dollar AS sampai tahun 2034, Sementara dengan harga lama, jika renegosiasi gagal, kita hanya akan mendapatkan 5,2 miliar dollar AS sampai dengan tahun 2013,” papar Jero.