Senin 30 Jun 2014 15:10 WIB

Kenaikan Tarif Listrik akan Mendorong Kredit Macet

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Kredit macet (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Kredit macet (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada 1 Juli mendatang. Pengamat menilai hal tersebut akan berdampak negatif pada rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan. NPL diprediksikan akan meningkat tahun ini.

Ekonom PT Bank Internasional Indonesia, Tbk (BII) Juniman mengatakan, kenaikan tarif listrik akan membuat cost industri naik, padahal industri sebelumnya telah terpukul dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada tahun lalu dan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). "Itu akan membuat kemampuan industri bayar utang makin turun karena pada saat bersamaan penjualan industri tumbuh tak besar," ujar Juniman, Senin (30/6).

Penjualan industri tidak tumbuh tinggi karena adanya inflasi yang akan ditimbulkan oleh kenaikan TTL. Juniman menghitung, setiap kenaikan TTL sebesar 10 persen, inflasi akan bertambah sekitar 0,1-0,2 persen. Sehingga inflasi keseluruhan untuk 2014 diperkirakan sebesar 5,6 persen. Dengan kondisi demikian, daya beli masyarakat akan turun.

Di sisi lain, industri memiliki beban kredit karena kenaikan suku bunga kredit. Juniman mengatakan, hal tersebut akan meningkatkan NPL perbankan walaupun dampaknya tidak terlalu tinggi. Tanpa adanya kenaikan TTL, ia memprediksikan NPL perbankan secara umum tahun ini sebesar 2,5 persen, meningkat dibandingkan NPL tahun lalu yang tercatat sebesar 1,8 persen. "Kalau ada kenaikan TTL, NPL akan sebesar 2,6 persen pada akhir tahun," ujarnya.

Sektor yang paling terimbas adalah usaha kecil menengah (UKM) karena modalnya tipis serta mengandalkan daya beli masyarakat. Sebagian UKM juga masih menggunakan listrik rumah tangga berkapasitas 400-950 watt. "Kenaikannya paling besar. Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) rumah tangga sekitar 11,36 persen. Itu memikul beban paling besar," ungkapnya.

Juniman memproyeksikan, kenaikan TTL akan membuat NPL UKM tahun ini sebesar 4 persen. Pertumbuhan kredit UKM pun akan melambat menjadi 14,5 persen pada akhir tahun. Hal tersebut memang sejalan dengan pertumbuhan kredit secara keseluruhan yang juga melambat.

Untuk mengantisipasi NPL, perbankan diminta lebih hati-hati dalam memberikan kredit. "Harus dilihat UKM-UKM yang sehat. Jangan asal mengejar target pertumbuhan kredit," ujarnya.

Bank juga harus lebih dekat dengan nasabah existing. Bank harus dapat memonitor masalah yang dihadapi nasabah sehingga NPL dapat dimitigasi. "Bank harus diaktifkan turun ke nasabahnya. Cari jalan keluar. Jangan sampai macet," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement