REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan merevisi ketentuan batas maksimal harga normal daging sapi di tingkat eceran di pasar dalam negeri. Usai lebaran harga referensi (patokan) daging sapi akan direvisi dari Rp 76 ribu per kg menjadi Rp 85 ribu per kg.
Menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pedagang Sapi dan Kerbau Indonesia Rochadi Tawaf, hal itu tidak menguntungkan peternak lokal. "Setiap bagian pada sapi harganya berbeda, kalau diberlakukan sama peternak akan rugi," jelasnya kepada ROL, Senin (30/6).
Dia juga menilai posisi saat ini harga daging sapi di kisaran Rp 90 ribu hingga Rp 100 ribu per kg yang dapat menguntungkan peternak lokal. Sementara untuk sapi bakalan, menurutnya, di tingkat peternak lokal berkisar Rp 37 ribu hingga Rp 40 ribu, sedangkan harga feedloot impor dari Australia lebih murah Rp 32 ribu hingga Rp 34 ribu per kg.
Menurutnya, sapi impor lebih murah karena adanya perbedaan skala usaha, sistem pemeliharaan dan perawatannya. "Harga daging mahal sebenarnya akibat masuknya daging sisa saat pemotongan serta jeroan-jeroan impor, yang di negara asalnya harga jeroan itu nol rupiah, dan begitu masuk indonesia jadi mahal sehingga mendistrorsi harga daging" jelas Rochadi.
Jeroan impor, ungkap Rochadi, memang dihargai lebih murah dari yang berasal dari dalam negeri. Harga jeroan impor sekitar Rp 15 ribu, sementara jeroan asal dalam negeri bisa dibanderol Rp 30 ribu per kg. Sedangkan menurutnya daging dan jeroan tersebut tidak boleh masuk ke pasar tradiaional, sesuai yang diatur pada permendag 46 tahun 2013.
"Penysuaian harga tersebut seharusnya bertahap dan Rumah potong hewan di repilitasi menjadi tempat pengolahan daging karena kebanyakan Rumah potong hanya menjadi tempat pemotongannya saja dan fungsinya belum maksimal," papar Rochadi.