Senin 23 Jun 2014 10:08 WIB

Jokowi Mau Buyback, Saham Indosat Menguat 2,7 Persen

Rep: Friska Yolanda/ Red: Erik Purnama Putra
Peluncuran voucher prabayar Indosat (IM3 dan Mentari), salah satu produk Indosat.
Foto: Antara
Peluncuran voucher prabayar Indosat (IM3 dan Mentari), salah satu produk Indosat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saham PT Indosat Tbk (ISAT) dibuka menguat pada perdagangan Senin (23/6), setelah salah satu calon presiden mengemukakan rencana pembelian kembali saham perusahaan telekomunikasi tersebut. Saham Indosat dibuka di level Rp 3.810 pada perdagangan Senin. Saham perseroan menguat 100 poin atau 2,70 persen.

Calon presiden nomor urut dua Joko Widodo mengatakan, Indonesia harus membeli kembali saham Indosat. Pernyataan ini ia sampaikan sebagai jawaban atas pertanyaan calon presiden Prabowo Subianto tentang mengapa pemerintah tega menjual aset berharga negara seperti Indosat pada debat capres Ahad (22/6) malam WIB.

Menurut Jokowi, penjualan saham Indosat ketika itu terjadi pada masa presiden Megawati, disebabkan oleh buruknya kondisi perekonomian negara. Sehingga, pemerintah terpaksa menjual asetnya. Ketika itu, kata gubernur DKI Jakarta nonaktif itu, aset yang paling memungkinkan untuk dijual adalah Indosat.

 

Jokowi mengatakan, kondisi negara pada 1998 belum membaik. Berbeda dengan kondisi saat ini yang bisa dikatakan normal. "Jangan bicara pada saat posisi normal," kata Jokowi.

Ia berpendapat kemungkinan negara membeli kembali saham Indosat sangat besar. "Ke depan kita buyback lagi saham itu. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi harus di atas tujuh persen," kata Jokowi.

Sebagai informasi, 65 persen saham Indosat saat ini dimiliki oleh Qatar Telecom (Qtel). Sisanya sebesar 14,29 persen dimiliki pemerintah dan 20,71 persen beredar di publik. Pembelian saham Indosat oleh Qtel dimulai pada 2008.

Menanggapi hal ini, Presiden Direktur Indosat Alexander Rusli mengatakan, jual beli atau akuisisi merupakan keputusan pemegang saham. Tugas direksi memberikan shareholder value kepada pemegang saham yang dalam hal ini salah satunya juga pemerintah. "Jadi kami sebagai manajemen netral saja," kata Alex kepada Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement