REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) masih mengimplementasikan kebijakan moneter ketat. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mensinyalkan kebijakan moneter ketat itu masih akan dilanjutkan karena Indonesia menghadapi tantangan eksternal. Tantangan tersebut berasal dari negara lain, terutama AS, Cina, Eropa dan Jepang.
"Pasar keuangan kita bergantung pada aliran asing yang masuk. Jika sesuatu terjadi di luar negeri, kita akan terdampak," ujar Mirza dalam acara Indonesia Corporate Day: Political Beneficiaries, Rabu (11/6).
AS menjadi negara utama yang harus diperhatikan. Alasannya, ekonomi AS sedang menuju perbaikan yang menyebabkan suku bunga the Federal Reserve akan kembali pada level normal sebesar 2-3 persen. Mirza memprediksikan, the Fed akan menaikan suku bunga pada akhir 2015 sebesar 1 persen.
"Kemungkinan bunga akan menjadi 2 persen pada akhir 2016," ujarnya.
Negara kedua adalah Cina, negara tujuan ekspor kedua terbesar dari Indonesia. Cina saat ini tengah memperlambat pertumbuhan agar harga properti tidak meningkat. "Ekspor komoditas Indonesia tidak akan lagi meningkat," ujarnya.
Negara ketiga adalah Eropa. Negara tersebut masih mengalami deflasi sehingga suku bunga dipotong. Mirza mengatakan, ekspor ke Eropa masih akan melambat sehingga Indonesia harus mencari pasar ekspor di AS.
Negara selanjutnya adalah Jepang. Perbaikan ekonomi Jepang terus berlanjut. "Kita juga harus bisa mendapatkan pasar Jepang," ujarnya.