REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maskapai penerbangan Singapore Airlines mencatat peningkatan laba operasi 30 juta dolar Amerika Serikat (AS) menjadi 259 juta dolar AS pada tahun keuangan 2013-2014.
"Manager Public Relations" Singapore Airlines, Glory Henriette, dalam siaran persnya, di Surabaya, Ahad (11/5), menjelaskan, meski membukukan laba operasi yang lebih tinggi, laba grup yang disampaikan kepada pemilik induk turun 5,3 persen atau sebesar 20 juta dolar AS menjadi 359 juta dolar AS.
"Hal itu dikarenakan kondisi luar biasa atau kerugian sebesar 38 juta dolar AS dan penurunan saham dari perusahaan asosiasi (turun sebesar 96 juta dolar AS)," ujarnya.
Bahkan, jelas dia, sebagian diimbangi oleh pengakuan kredit pajak. Melemahnya saham yang dihasilkan dari perusahaan asosiasi muncul terutama adanya kerugian dari Tiger Airways Holdings Limited di mana saham grup mencapai 118 juta dolar AS pada tahun ini.
"Pencapaian itu mengalami peningkatan dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 109 juta dolar AS," katanya.
Sementara itu, tambah dia, dari sisi pendapatan maka grup tersebut membukukan peningkatan sebesar 146 juta dolar AS atau melebihi satu persen menjadi 15,244 miliar dolar AS. Kondisi tersebut umumnya disebabkan oleh kenaikan pendapatan penumpang (melebihi 275 juta dolar AS).
"Kinerja itu termasuk penyelesaian yang berkaitan dengan perubahan dalam slot pengiriman pesawat dan diimbangi oleh penurunan pendapatan kargo," katanya.
Kalau dari sisi pendapatan penumpang, sebut dia, juga terlihat ada peningkatan sepanjang tahun lalu walaupun terdapat penurunan imbal hasil (yield). Kinerja itu dikarenakan kegiatan promosi di tengah persaingan yang ketat serta melemahnya mata uang utama penghasil pendapatan.
"Sementara, penurunan bersih dari pendapatan grup yang disebabkan pergerakan nilai tukar senilai 101 juta dolar AS," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, pengeluaran grup mengalami kenaikan yang sebagian besar seiring dengan pendapatan yakni 116 juta dolar AS. Di samping itu biaya variabel non-bahan bakar yang lebih tinggi sebagian dapat diatasi dengan biaya bahan bakar bersih yang lebih rendah.
"Apalagi, rata-rata harga bahan bakar jet turun sebesar 5,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy)," katanya.