Kamis 08 May 2014 16:07 WIB

Penghapusan Bea Masuk Kakao Dinilai Belum Perlu

Rep: Budi Rahardjo/ Red: Nidia Zuraya
Kakao, ilustrasi
Foto: Antara
Kakao, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta untuk tidak buru-buru menghapus bea masuk kakao. Pasokan biji kakao dari petani lokal dinilai masih mencukupi untuk kebutuhan industri di dalam negeri.

Anggota Komisi IV DPR Habib Nabiel Almusawa mengatakan keluhan pelaku industri mengenai seretnya pasokan biji kakao bisa diatasi dengan mengalihkan biji kakao yang semestinya untuk pasar ekspor. "Bea masuk kakao belum perlu dihapus," ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/5).

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan berniat untuk menghapus bea masuk. Usulan penghapusan bea masuk itu datang dari Asosiasi

Industri Kakao Indonesia (AIKI). AIKI menilai pasokan biji kakao lokal yang sekitar 480 ribu ton per tahun masih belum mencukupi kebutuhan industri. Pasalnya industri memiliki kapasitas produksi 600 ribu ton per tahun.

Namun di lain pihak,  Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) melaporkan bahwa sepanjang Januari-Desember 2013, Indonesia masih mengekspor 188 ribu ton bijih kakao non fermentasi. Dari angka di atas, defisit bahan baku biji kakao sebesar 120 ribu ton. Sementara ekspornya sebanyak 188 ribu ton.

”Jadi sebetulnya defisit itu masih bisa dipenuhi oleh kakao dalam negeri yang dialokasikan untuk ekspor. Bahkan setelah pemenuhan tersebut, kita masih surplus 68 ribu ton”, ujar Nabiel.

Asosiasi petani kakao juga mengharapkan bea masuk kakao tidak dihapus. Dikhawatirkan, bea masuk kakao nol persen akan membuat aliran impor bijih kakao semakin deras. Dampaknya, produki kakao petani bakal terkena imbasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement