REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai pemerintah perlu melakukan diversifikasi energi. Hal ini dilakukan agar neraca pembayaran tetap imbang.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor hingga Maret 2014 sebesar 14,538 miliar dolar AS. Impor migas sebesar 4,01 miliar dolar AS atau naik 15,83 persen.
"Kategori ini masih tinggi. Dan memang Indonesia jangka panjang harus ada diversifikasi energi," ujar Mirza di Gedung BI, Jumat (2/5). Tanpa diversifikasi energi, impor minyak dan gas akan terus membebani neraca pembayaran.
Neraca perdagangan yang mengalami surplus pada Februari dan Maret membuat BI meyakini perkiraan current acount defisit (CAD) masih sesuai perkiraan, yaitu sekira dua persen. "Mungkin agak sedikit lebih tinggi, tapi tidak jauh," ujar Mirza.
Aktivitas ekonomi di kuartak II dan III perlu diwaspadai, terutama di sektor migas. Biasanya, aktivitas impor akan lebih tinggi di pertengahan tahun. Jika tidak ada kenaikan ekspor yang signifikan, kata Mirza, hal ini akan menjadi tantangan bagi neraca perdagangan.
Secara kumulatif, impor Januari-Maret mencapai 43,25 miliar dolar AS. Nilai ini turun 5,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Impor migas secara kumulatif mencapai 11,01 miliar dolar AS atau turun 4,33 persen.