REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah kalangan telah mengajukan uji materi UU Nomor 23/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke MK. Mereka menolak diberlakukannya UU OJK karena hanya semakin meliberalisasi industri keuangan yang tidak sesuai dengan UUD 1945.
Namun, pengamat ekonomi UGM, Ichsanudin Noorsy, mengatakan, OJK semestinya tidak terganggu dengan uji materi tersebut. Menurut dia, OJK tetap harus bekerja profesional demi terselenggaranya pengawasan perbankan dan jasa keuangan lainnya yang efektif.
"Sah-sah saja ada uji materi, tetapi argumentasi mereka sudah bisa dipatahkan semua," kata Noorsy di Jakarta, Kamis (1/5).
Ia menyebut gugatan atas praktik liberalisasi industri keuangan oleh OJK yang keliru. Noorsy menegaskan, pintu liberalisasi itu sudah dibuka jauh-jauh hari sebelum UU OJK ditetapkan. Lihat saja, sambung dia, ada UU Perbankan, UU Lalulintas Devisa, dan UU Penanaman Modal.
Noorsy, yang mengaku turut membidani kelahiran UU OJK ini, berpendapat bahwa sangat tidak mungkin operasi OJK dihentikan karena argumen-argumen yang lemah tersebut. "OJK dibutuhkan karena memang industri keuangan butuh satu lembaga yang kuat dan terintegrasi untuk mengawasi pasar dan melindungi konsumen," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua OJK Rahmat Waluyanto menyebut sejumlah alasan tentang arti penting OJK. Pertama, kata dia, makin menguatnya integrasi di pasar finansial yang diikuti berkembangnya konglomerasi keuangan. Kedua, lembaga keuangan nonbank mengalami kemajuan yang pesat. Ketiga, industri keuangan di Tanah Air harus terus berkembang dan stabil di tengah berbagai guncangan internal dan eksternal yang muncul. Keempat, terkait dengan perlindungan konsumen di mana hanya OJK yang mempunyai wewenang untuk mengatur dan menyelesaikan persoalan antara konsumen dan lembaga keuangan.