Kamis 01 May 2014 14:03 WIB

Ekonomi Aceh Mulai Menggeliat

Rep: friska yolandha/ Red: Muhammad Hafil
Bank Muamalat
Foto: Republika/Wihdan
Bank Muamalat

REPUBLIKA.CO.ID, SABANG -- Pascatsunami 2004, ekonomi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) kembali menggeliat. Bank Muamalat mencatat pertumbuhan pembiayaan yang cukup baik.

Branch Manager Bank Muamalat Banda Aceh Taufik Hidayat mengatakan, sepanjang kuartal I 2014 pembiayaan Bank Muamalat mencapai Rp 10 miliar. "Dibandingkan Desember tahun lalu tumbuhnya 10 persen," kata Taufik di Sabang, Rabu (30/4).

Lebih dari setengah pembiayaan disalurkan ke sektor konsumer. Taufik mengatakan, selama 10 tahun terakhir Aceh kembali membangun pascagempa yang membuat Banda Aceh rata dengan tanah. Kebanyakan pembiayaan yang disalurkan perseroan digunakan untuk pembangunan ruko.

Rata-rata pinjaman berkisar Rp 300 juta sampai Rp 500 juta. "Ada juga yang pinjamannya sampai Rp 1 miliar, tapi tidak banyak," kata Taufik.

Sisanya, pembiayaan disalurkan ke sektor usaha kecil menengah (UKM). Sebagian digunakan untuk membuka kedai kopi. Seperti diketahui, Banda Aceh terkenal sebagai kota 1.000 warung kopi.

Berbeda dengan pembiayaan, dana pihak ketiga (DPK) Bank Muamalat Aceh tumbuh lebih lambat, yaitu hanya lima persen. Per kuartal I 2014, DPK Bank Muamalat Aceh tercatat Rp 7 miliar. "Likuiditas agak ketat karena harus bersaing dengan 25 bank lain," ujar Taufik.

Bank Muamalat sudah berdiri di Aceh sejak 2004. Sampai saat ini, Bank Muamalat sudah berada di sejumlah daerah seperti Banda Aceh, Meulaboh dan Lhoksumawe. Muamalat juga melihat potensi di daerah lain seperti Sabang.

Taufik mengatakan, perseroan perlu melakukan sejumlah riset sebelum membuka kantor cabang atau kantor cabang pembantu di sebuah daerah. Ia melihat potensi Sabang cukup tinggi namun belum tergarap dengan baik. Sehingga, perseroan belum bisa membuka kantor di wilayah paling ujung Indonesia ini. Namun, Bank Muamalat sudah mengantongi izin pembangunan ATM di Sabang.

Ada sejumlah hal yang membuat Aceh kurang menarik minat investor. Salah satunya adalah soal konflik. Konflik Aceh membuat investor enggan membuka usaha karena alasan keamanan. "Hal pertama yang dipikirkan orang ketika ke Aceh adalah aman atau tidak," ujar Taufik.

Namun, secara perlahan ekonomi Aceh mulai membaik. Apalagi, pemerintah provinsi telah menjamin keamanan untuk mengundang investor sebanyak-banyaknya. Hal ini akan menjadi peluang bagi Bank Muamalat untuk membesarkan ekonomi negeri serambi Mekah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement