REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengajukan keberatan yang diajukan kalangan industri terkait kenaikan tarif dasar listrik pada 1 Mei 2014 mendatang kepada Presiden.
"Kami telah mengajukan keinginan kalangan industri untuk memperpanjang jangka waktu kenaikan untuk memberi kelonggaran bagi sektor industri menyesuaikan biaya produksi," kata Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI), Haris Munandar saat dihubungi, Selasa (29/4).
Haris mengatakan, Kemenperin telah mengusulkan perpanjangan waktu pengenaan tarif listrik dari semula 1 Mei menjadi akhir 2015. Forum Asosiasi Industri telah mengirim surat ke KPPU pada 28 April 2014, untuk mempertanyakan dasar penghitungan kenaikan tarif listrik yang luar biasa tinggi ke industri.
Forum yang beranggotakan 10 asosiasi industri mengadukan kepada KPPU mengenai dasar pengenaan kenaikan tarif listrik yang dinilai tidak fair oleh PLN, karena hanya dibebankan kepada pelanggan untuk golongan industri tertentu saja.
Surat ke KPPU tersebut ditandatangani Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAplas), Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI), Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi).
Kemudian, Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman Indonesia (AKLP), Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Indonesia (Akida), Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Fiber Indonesia (Apsyfi), dan Asosiasi Produsen Ban Indonesia (APBI).
Para pengusaha menilai kenaikan tarif listrik industri yang diterapkan untuk golongan I-3 (perusahaan terbuka 38,9 persen) dan golongan I-4 (industri besar) 64,7 persen sangat diskriminatif. Mereka menuding dalam beleid itu terdapat diskriminasi tarif antara perusahaan pelanggan listrik golongan I-3 yang berstatus perusahaan terbuka (Tbk) atau go public dan non-Tbk. Hal itu akan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat di antara perusahaan Tbk dan non-Tbk yang memproduksi barang yang sama.