Rabu 23 Apr 2014 12:03 WIB

Bisnis Perbankan Dinilai Butuh Penegakan Hukum

Unisbank
Foto: [ist]
Unisbank

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Penegakan hukum dibutuhkan dalam bisnis perbankan, seperti terkait dengan eksekusi terhadap terpidana tindak pidana pencucian uang, kata ekonom Universitas Stikubank (Unisbank) Semarang Alimuddin Rizal Rifai.

"Jika seharusnya sudah dipidana tetapi masih jalan-jalan di luar menunjukkan tidak adanya kepastian hukum terhadap warga negara. Jangan seperti kasus Gayus Tambunan terulang lagi," katanya di Semarang, Rabu.

Pernyataan Alimuddin tersebut menanggapi kasus Suryo Antoro Soerjanto yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang oleh MA dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp10 miliar sesuai putusan MA Nomor 1737 K/Pid.Sus/2013 tertanggal 20 Januari 2014, tetapi hingga saat ini belum dieksekusi oleh pihak terkait.

Menurut dia, penegakan hukum dibutuhkan, apalagi jika tindak pidana pencucian uang tersebut dikhawatirkan dapat memicu terjadinya "rush", nasabah berbondong-bondong mengambil uang secara bersama di satu tempat dan bank tidak mampu menyediakannya.

"Oleh karena itu, begitu masalah hukum baik pidana atau perdata sudah masuk ke pihak lain (di luar kewenangan bank, red.) seperti eksekusi terhadap terpidana, maka apapun keputusan terhadap kasus tersebut harus ditegakkan," katanya.

Ia mengatakan perbankan merupakan lembaga yang dibangun berdasarkan kepercayaan masyarakat, baik yang memiliki dana maupun mereka yang membutuhkan dana, selain salah satu fungsi utamanya sebagai agen pembangunan.

Menurut Alimuddin, ada beberapa penyebab nasabah tidak dapat mengembalikan pinjaman ke bank di antaranya karena risiko bisnis yang tidak dapat dikendalikan, seperti kenaikan inflasi akibat kondisi makro, baik politik, sosial, budaya, maupun tidak ada iktikad baik untuk mengembalikannya.

"Kegagalan bisnis perbankan juga bisa terjadi karena 'mismanagement' dan tidak adanya prinsip 'prudential banking'," katanya.

Terkait dengan kasus Suryo Antoro pada 2011, bermula dari laporan pihak BCA kepada Kepolisian Semarang yang menemukan beberapa kredit macet dalam jumlah besar dengan modus pengajuan kredit perumahan rakyat fiktif.

Terdapat enam transaksi kredit rumah yang menggunakan tiga nama debitur fiktif yang menjaminkan enam aset kepada pihak bank sebesar Rp25 miliar melalui perantara Suryo Antoro di BCA Cabang Jalan Pemuda.

Suryo Antoro divonis bebas oleh PN Semarang dengan Putusan Nomor 54/Pid.Sus/2012/PN.Smg tertanggal 20 Juni 2012. Namun, berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1737 K/Pid.Sus/2013, yang bersangkutan divonis bersalah dengan hukuman penjara enam tahun dan denda Rp10 miliar, tetapi hingga saat ini belum dieksekusi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement