Selasa 08 Apr 2014 16:57 WIB

Menkeu: Listrik Jadi Indikator Pergerakan Ekonomi

Rep: Friska Yolandha/ Red: Julkifli Marbun
Menteri Keuangan, Chatib Basri
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Menteri Keuangan, Chatib Basri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rekening listrik menjadi sebuah indikator yang baik untuk melihat ekonomi suatu negara sedang bergerak atau tidak. Menteri Keuangan M Chatib Basri mengatakan, data listrik jarang sekali meleset.

"Saya ingat sebelum 2000, satu persen pertumbuhan ekonomi butuh dua persen listrik. PLN ketika itu tumbuh 14 persen yang berarti pertumbuhan ekonomi mencapai tujuh persen," kata Chatib yang menghadiri penandatanganan nota kesepahaman antara Direktorat Jenderal Pajak dan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta, Selasa (8/4).

Setelah krisis, pertumbuhan ekonomi melambat. Namun, konsumsi PLN masih di atas 10 persen. Hal ini berarti ada potensi ekonomi yang tidak tercatat. Hal ini pula yang menjadi potensi pajak bagi Ditjen Pajak.

Kerja sama antara Ditjen Pajak dan BUMN seperti PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), dan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Ketenagakerjaan diharapkan membantu pemerintah dalam upaya mencapai target pajak. "Saya optimistis karena kerja sama ini akan membantu Dirjen Pajak untuk mengecek data pajak," kata Chatib.

Data PLN dinilai merupakan yang paling mendekati akurat. Jika ada subsidi tetap, kata Chatib, PLN merupakan yang paling siap. Seandainya ada bantuan tunai langsung (BLT), jika menggunakan data listrik tidak mungkin salah sasaran.

Kerja sama Ditjen Pajak sebelumnya sudah dilakukan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah masih akan melakukan kerja sama dengan pemprov dan BUMN lainnya untuk menambah data wajib pajak. Agar target penerimaan pajak 2014 tercapai.

Pemerintah menargetkan tahun ini penerimaan pajak sebesar Rp 1.110,2 triliun. Nilai ini tumbuh 11,6 persen bila dibandingkan target penerimaan pajak dalam APBN Perubahan 2013.

Pencapaian target pajak akan membuat anggaran tetap dalam kondisi yang sehat. Seperti diketahui, pemerintah menargetkan nilai tukar di level Rp 10.500 sedangkan saat ini nilainya masih Rp 11.200-11.300. Hal ini akan berimbas pada beban subsidi. Penerimaan pajak yang baik akan sedikit banyak membantu APBN.

Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan, saat ini PLN memiliki 54 juta pelanggan. "Setelah dikurangi pengguna di atas 2.200 kilovolt, Ditjen Pajak memiliki potensi data 35 juta pelanggan PLN," kata Pamudji.

Pertukaran data sudah lebih dulu dilakukan PLN dengan perbankan yang melakukan kerja sama untuk pembayaran rekening listrik. Hal serupa dapat dilakukan Ditjen Pajak untuk mendapatkan data wajib pajak yang lebih akurat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement