REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengaruh penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) legislatif maupun presiden kepada pertumbuhan ekonomi pada 2014 diyakini tidak akan sekuat pemilu 2009 dan 2004. Demikian disampaikan Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Solikin M Juhro dalam diskusi bertajuk 'Menyongsong Peta Baru Kebijakan Ekonomi Indonesia' di Jakarta, Senin (7/4).
"Sebelumnya kami (BI) prediksikan 0,2 persen (tambahan ke pertumbuhan ekonomi). Tapi sekarang sekitar 0,1 persen," ujar Solikin.
Menurut Solikin, terdapat sejumlah penyebab yang mendasari proyeksi BI. Pertama, peserta pemilu 2014 dari sisi partai maupun calon anggota legislatif (caleg) lebih rendah dibanding pemilu 2009.
Seperti diketahui, jumlah partai pada tahun ini sebanyak 15 partai (12 partai nasional dan tiga partai lokal di Aceh), sedangkan jumlah partai lima tahun silam tercatat 44 partai (38 partai nasional dan enam partai lokal). Sedangkan jumlah caleg pada 2014 6.607 orang atau lebih rendah dibanding 2009 11.301 orang.
Selain itu, kata Solikin, penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dana kampanye turut membatasi konsumsi. Demikian juga dengan aturan KPU membatasi display baliho maupun banner berdasarkan sistem zonasi menjadi faktor pembatas yang lain. "Asosiasi tekstil yang kami survei pun menyampaikan kegiatan tahun ini tidak seramai 2009," kata Solikin.
Secara keseluruhan, ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa menilai pemilu akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada 2014. "Sama seperti tahun-tahun sebelumnya," ujar Purbaya dalam acara yang sama.
Sektor-sektor yang akan tumbuh antara lain tanaman bahan makanan (selisih pertumbuhan dibanding non-pemilu sebesar 2,8 persen), makanan, minuman dan tembakau 4,8 persen, kertas dan barang cetakan 5,1 persen, perdagangan, hotel dan restoran, khususnya restoran 3,2 persen dan komunikasi 7,6 persen.
Akan tetapi, berbeda dengan penyelenggaraan pemilu 2009 maupun 2004, Purbaya menyebut saat ini ekonomi tengah memasuki fase perlambatan. Hal tersebut seiring dengan kebijakan fiskal ketat dari pemerintah maupun kebijakan moneter ketat dari BI.
"Jadi, dampak pemilu (ke pertumbuhan ekonomi) tidak terlihat)," ujar Purbaya yang juga menjadi anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN). Dalam sejumlah kesempatan, pemerintah meyakini penyelenggaraan pemilu berimbas ke pertumbuhan ekonomi sehingga target 5,8 persen 2014 bisa tercapai.