REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–- PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak membayar dividen kepada pemerintah karena sejumlah faktor. Di antaranya, volume penjualan tembaga dan emas yang lebih rendah karena kadar bijih yang rendah, gangguan operasi tambang, dan penurunan harga komoditas global.
Vice President Corporate Communication Daisy Primayanti mengatakan, pembayaran dividen PTFI ditentukan oleh Dewan Direksi PTFI, dan disetujui oleh dewan komisaris dan pemegang saham dalam hal ini juga Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Kementerian BUMN, berdasarkan pada kinerja keuangan PTFI dan ketersediaan kas.
Daisy menerangkan, kinerja keuangan perusahaan di pengaruhi oleh perubahan harga komoditas global, kinerja operasi dan gangguan operasi tambang, kebutuhan kas untuk menjalankan operasi pertambangan, investasi untuk mengembangkan sumber daya dan menjamin produksi di masa mendatang, pembayaran hutang dan faktor keuangan dan ekonomi lainnya yang dianggap relevan oleh Dewan Direksi.
Pada 2013 tidak ada pembayaran dividen PTFI kepada semua pemegang saham termasuk kepada perusahaan induk PTFI dan Pemerintah RI karena beberapa faktor, antara lain volume penjualan tembaga dan emas yang lebih rendah karena kadar bijih yang rendah, gangguan operasi tambang, penurunan harga komoditas global, dan penggunaan arus kas untuk investasi sekitar satu miliar dolar AS guna mendukung pengembangan tambang bawah tanah yang pada 2017 dan selanjutnya akan menjadi tumpuan kegiatan penambangan PTFI.
''Proyek tambang bawah tanah ini akan memakan biaya investasi signifikan sekitar 15 miliar dolar AS selama sisa umur tambang,'' kata dia seperti dikutip dari rilis Jumat (28/3)
Selain itu arus kas juga digunakan untuk menjaga keberlanjutan tingkat poduksi saat ini. Daisy melanjutkan, meskipun tidak ada dividen yang dibayarkan selama tahun 2013, PTFI telah melakukan pembayaran kepada Pemerintah RI dalam bentuk pajak dan royalti sebesar sekitar 500 juta dolar AS atau setara dengan Rp 5,6 trilliun. Dengan dimulainya kembali ekspor, PTFI berharap operasinya akan menghasilkan pendapatan yang signifikan kepada Pemerintah dalam bentuk pajak, royalti, dan pembayaran dividen.
Jumlah manfaat yang diterima oleh Pemerintah Indonesia dari tahun 1992 sampai dengan 2013, sesuai dengan Kontrak Karya pada 1991, telah mencapai 15,2 miliar dolar AS, yang terdiri dari Pajak Penghasilan Badan 9,4 miliar dolar AS atau sekitar 60 persen dari total kontibusi PTFI kepada Pemerintah, pajak penghasilan karyawan, regional, dan pajak pajak lainnya tiga miliar dolar AS, Royalti 1,5 miliar dolar AS, dan dividen 1,3 miliar dolar AS.