REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Pembangunan Asia dalam laporan pasar obligasi Asia terbaru menyebutkan perkembangan pasar obligasi di negara berkembang Asia timur termasuk Indonesia sangat positif dalam setahun terakhir, meskipun masih menghadapi risiko.
"Dalam pandangan kami, hingga triwulan empat 2013, perkembangan 'bond market' cukup bagus, meskipun sempat menghadapi masalah terkait 'tapering'," kata Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Regional ADB Iwan Jaya Azis dalam pemaparan di Jakarta, Kamis.
Iwan mengatakan perkembangan saat ini bahkan lebih baik dibandingkan ketika isu "tapering off" diumumkan The Fed sejak Mei tahun lalu karena ketika penarikan stimulus moneter benar-benar dilakukan, kondisi pasar obligasi Asia tetap stabil.
"Hingga Maret, datanya lebih bagus karena dari segi penerbitan dan imbal hasil, masih bagus perkembangannya. Padahal 'tapering' benar-benar terjadi, berbeda ketika isu 'tapering' diumumkan pada Mei 2013," katanya.
Iwan memperkirakan volatilitas di pasar keuangan masih tetap tinggi di masa mendatang, sehingga meskipun pasar obligasi Asia relatif baik, namun penting untuk memperkuat fundamental ekonomi dalam menghadapi risiko penularan krisis.
"Risiko penularan krisis lebih tinggi dari sebelumnya, karena tanda-tandanya 'tapering' akan terus berlangsung, yang berarti tingkat bunga dan yield akan cenderung naik. Untuk itu, negara berkembang Asia harus memperkuat 'capital market' secara umum," katanya.
Secara keseluruhan, ia memastikan data-data ekonomi yang bagus, imbal hasil yang menarik serta pulihnya nilai tukar sejumlah mata uang terhadap dolar AS, menunjukkan bahwa Asia masih menjadi tempat terbaik untuk investasi.
Laporan ADB menyatakan agar terhindar dari potensi sentimen negatif, pemerintah di negara berkembang Asia timur harus menerapkan reformasi struktural untuk memperkuat ketahanan ekonomi, serta mendorong pertumbuhan produktivitas.
Negara dengan defisit neraca perdagangan besar serta memiliki cadangan devisa rendah akan menghadapi risiko penularan paling tinggi. Sedangkan, negara dengan utang luar negeri besar rentan terhadap risiko depresiasi mata uang.
Obligasi berdenominasi mata uang lokal di kawasan Asia timur cukup stabil pada triwulan IV-2013 ketika krisis menimpa negara berkembang lainnya, namun imbal hasil dari mayoritas obligasi pemerintah naik pada Januari, khususnya di Indonesia dan Filipina.
Selain itu, porsi kepemilikan asing dalam obligasi pemerintah berdenominasi mata uang lokal cukup stabil dalam tiga bulan terakhir 2013, karena prediksi pertumbuhan ekonomi yang solid serta nilai imbal hasil yang menarik dibandingkan pasar lain.
Laporan terbaru ADB menyebutkan Indonesia tercatat memiliki porsi kepemilikan asing tertinggi pada akhir 2013 sebesar 32,5 persen dari total obligasi pemerintah, diikuti Malaysia hingga mencapai sekitar 29,4 persen.
Negara berkembang Asia timur yang termasuk dalam laporan ini antara lain China, Hong Kong, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.