Kamis 13 Mar 2014 18:12 WIB

Dwelling Time Tak Diperbaiki, MEA Jadi Ancaman Bagi Indonesia

Rep: Nora Azizah/ Red: Nidia Zuraya
Pelabuhan Tanjung Priok
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Pelabuhan Tanjung Priok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan proses masa tunggu dan bongkar muat (dwelling time) akan berdampak buruk bagi Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). "Bila tidak diperbaiki maka Indonesia akan terpuruk dalam kompetisi investasi," kata Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana, Kamis (13/3).

Apabila dwelling time tidak diupayakan pembenahannya secara serius, maka yang terjadi pada 2015 kita menjadi yang paling tertinggal dikalangan negara ASEAN. Saat ini Indonesia sudah kalah dengan negara tetangga Malaysia. Dwelling time di Malaysia hanya tiga hari saja. Sedangkan di Indonesia bisa mencapau 10 sampai 15 hari. Kondisi yang sangat sulit untuk Indonesia mengejar negeri jiran.

Lamanya waktu dwelling time ini sangat memakan biaya dan menurunkan nilai ekonomi. Sehingga memperlemah Indonesia dalam kompetisi investasi.

Danang mengatakan, buruknya dwelling time, mulai dari tidak kompeten hingga pungutan liar akibat dari tumpang tindihnya peraturan yang tidak jelas. Sistem dan prosedur pelayanan tidak tertata dengan jelas. Meski sering dilakukan rapat koordinasi antarstakeholder untuk perbaikan sering kali tidak menghasilkan sesuatu yang berarti.

Ego dari para sektor justru yabg dikedepankan. Sehingga dengan sangat terpaksa Ombudsman RI mengeluarkan rekomendasi terhadap institusi yang terkait.  "Saya berharap para menteri sudah tahu bahwa rekomendasi dari Ombudaman RI wajib dilaksanakan," kata Danang. Ini sudah menjadi tugas dalam upaya membantu semua Kementerian dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif.

Dengan dikeluarkannya rekomendasi ini Ombudsman RI akan melakukan pemantauan. Progres dari menjalankan rekomendasi paling lambat 60 hari setelah dilayangkan. Apabila ego dari para stakeholder tak bisa dinetralisasikan, maka Ombudsman memiliki kewenangan dalam hal tersebut.

Rekomendasi dari Ombudsman bukan hal yang begitu saja dibuat. Temuan tersebut berdasarkan dari pemetaan timpang tindihnya peraturan dan infrastruktur yang ada. Rekomendasi yang diajukan juga bersifat sistemik sehingga mudah dilakukan. Apabila ada salah satu Kementerian yang bersedia mengambil alih tanggung jawab tersebut maka akan terselesaikan dengan baik. Sebab yang menjadi korban dari tidak jelasnya peraturan ini adalah masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perhubungan RI EE Mangindaan mengatakan bersedia mengambil alih tanggung jawab tersebut. "Kami akan coba selesaikan peraturan yang tumpang tindih tersebut," katanya.

Menyelesaikan persoalan ini memang tidak mudah dan tak sebentar. Namun hal tersebut akan segera direalisasikan. Progresnya bisa dipantau dalam 30 hari ke depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement