Selasa 11 Mar 2014 16:17 WIB

Efek Kenaikan NJOP DKI Jakarta Sementara

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Julkifli Marbun
Lahan kosong. NJOP DKI Jakarta akan naik mulai Februari
Foto: Republika
Lahan kosong. NJOP DKI Jakarta akan naik mulai Februari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat properti Ali Tranghanda mengungkapkan pandangannya terkait kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) di wilayah DKI Jakarta.  Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2013, menaikkan NJOP hingga mencapai 140 persen dan berlaku mulai 2014.

 

Menurut Ali, terdapat sebuah kebiasaan di Indonesia yaitu harga jual produk properti melebihi dari NJOP.  Sebuah kebiasaan yang berbeda dengan sejumlah negara yang menetapkan NJOP menjadi nilai pasar produk properti.  "Sebetulnya, kenaikan NJOP wajar karena tiga tahun gak naik dan harga jual (produk properti) berlipat-lipat," ujar Ali.

Ali menyampaikannya kepada Republika melalui sambungan telepon, Selasa (11/3).  Secara umum, Ali menyebut substansi dari kenaikan NJOP di ibu kota baik.  Akan tetapi, timing (waktu) penaikannya tidak tepat mengingat industri properti tengah mengalami perlambatan.  "Ini memang membuat masyarakat shock," kata Ali.

Namun demikian, Ali meyakini imbas atau dampak dari kenaikan NJOP ini tidak memengaruhi pasar properti di Jakarta pada tahun kuda kayu ini.  "Ini hanya sesaat (dampaknya)," ujar Ali.  Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (REI) Hari Raharta menyebut pelaku industri produk properti semakin tertekan dengan kebijakan ini. 

Hal tersebut disebabkan, Bank Indonesia (BI) sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan loan to value dan penyesuaian suku bunga acuan (BI rate).  "Di satu sisi menahan agar tidak boleh euforia.  Di sisi lain, pemda (DKI Jakarta) malah menaikkan NJOP.  Jadinya gak nyambung," kata Hari saat dihubungi terpisah.

Menurut Hari, kenaikan NJOP sudah jelas akan mendorong kenaikan produk properti.  Namun, Hari belum dapat memprediksi rentang kenaikannya.  Mengingat rentang kenaikan NJOP relatif tinggi hingga mencapai 140 persen.  "Ongkos produksi tentu naik.  Misalnya, harga tanah yang merupakan unsur penting bisa naik hingga 200 persen," ujar Hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement