Ahad 23 Feb 2014 23:31 WIB

Penetapan FTZ Tanjungpinang Dinilai Setengah Hati

Pelabuhan feri Tanjung Pinang
Foto: Republika
Pelabuhan feri Tanjung Pinang

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Penetapan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Kota Tanjungpinang setengah hati dan tidak akan dapat mendorong investasi.

Pernyataan tersebut dikemukakan anggota DPR RI daerah pemilihan Provinsi Kepulauan Riau Harry Azhar Azis, di Tanjungpinang, Minggu, menanggapi penetapan Free Trade Zone (FTZ/perdagangan bebas dan pelabuhan bebas) Kota Tanjungpinang.

"Penetapan FTZ di Tanjungpinang memang tidak masuk akal karena hanya diberlakukan pada dua kawasan di Kelurahan Senggarang dan Kelurahan Dompak. Dengan kondisi ini siapa yang mau dan berani berinvestasi di dua lokasi kecil itu," kata Harry yang diusung Partai Golkar.

Harry mengatakan, investasi yang dapat dikembangkan di Tanjungpinang hanya untuk kepentingan investasi tertentu, yang justru tidak membuahkan keuntungan bagi masyarakat lokal. Investasi yang dikembangkan di pelabuhan FTZ Tanjungpinang, dengan kondisi seperti ini, hanya menguntungkan negara asing.

"Investor memang sulit dikembangkan di kawasan ini, tetapi bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan investor. Namun investasi yang dikembangkan berpotensi hanya menguntungkan pihak asing," ujarnya.

Pemerintah pusat pada saat menetapkan FTZ di Batam membeberkan, negara kehilangan pajak sebesar Rp800 miliar setelah memberlakukan kawasan bebas di kota industri itu. Sementara FTZ di Karimun, Bintan dan Tanjungpinang terkena imbasnya, karena pemerintah tidak mau kehilangan pendapatan dari ketiga daerah tersebut.

Padahal perhitungan pemerintah secara teori maupun praktik tidak benar, karena investasi yang berkembang pesat di Batam itu mengurangi pengangguran, menghidupkan usaha kecil dan menengah, serta menambah pendapatan masyarakat.

"Tentu kondisi itu lebih menguntungkan," katanya.

Dia mengemukakan, penetapan FTZ di Tanjungpinang lebih buruk dibanding Karimun dan Bintan. Kawasan bebas di Karimun dan Bintan juga tidak menyeluruh, sebagaimana yang diberlakukan pemerintah di Batam.

Pemerintah Bintan dan Karimun menginginkan kawasan bebas ditetapkan pemerintah pusat seperti di Batam. Pemberlakuan FTZ tidak menyeluruh menghambat investasi.

Harry menyarankan agar Pemerintah Tanjungpinang, Karimun dan Bintan menjadikan keinginan itu sebagai aspirasi rakyat yang wajib diperjuangkan ke pusat. DPRD Tanjungpinang, Bintan dan Karimun harus memulainya dengan menyerap aspirasi masyarakat, dan menyampaikannya kepada pemerintah pusat.

"Kami menyarankan agar pemerintah pusat memberlakukan FTZ pada tiga pulau yaitu Batam, Karimun dan Pulau Bintan (Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan).

Pemberlakuan FTZ secara menyeluruh pada tiga pulau itu dapat memacu investasi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement