REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang dilakukan kemarin (13/2) memutuskan untuk mempertahankan BI rate pada 7,5 persen.
Sejak Juni 2013, suku bunga acuan tersebut telah naik sebesar 175 basis poin (bps). Alasan apa yang mendasari dipertahankannya BI rate bulan ini?
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, bauran kebijakan BI diarahkan untuk mengontrol inflasi dan mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Namun di satu sisi BI harus menjaga stabilisasi agar dampak terhadap perlambatan pertumbuhan domestik tak terlalu besar.
Hasil dari bauran kebijakan yang telah diambil BI telah menunjukan penurunan yang lebih cepat. Defisit transaksi berjalan pada triwulan IV-2013 menurun tajam menjadi 1,98 persen dari PDB. Inflasi Januari sebesar 1,07 persen pun dianggap belum mengganggu pencapaian target inflasi 2014 sebesar 4,5 ± 1 persen.
Kendati inflasi dan defisit sudah cukup terkendali, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi tidak terlalu besar. Pertumbuhan ekonomi 2013 sebesar 5,78 persen, di atas ekspektasi BI. "Kita mengawal inflasi turun dan defisit transaksi berjalan yang turun. Dengan bauran kebijakan yang kita tempuh, arahnya sudah mengarah ke sana sehingga kita katakan, sampai saat ini tidak ada keperluan untuk menambah gas lagi," ujar Perry.
Perry yakin tren penurunan defisit transaksi berjalan akan berlanjut pada 2014. Pasalnya, ekspor nonmigas membaik karena permintaan Jepang dan AS meningkat. Harga barang-barang ekspor Indonesia seperti tekstil, produk kimia dan mesin peralatan tercatat menggembirakan.
"Ini memperkuat keyakinan kita defisit akan menurun meskipun scara kuartal ke kuartal ada musimnya. Kuartal 1 rendah. Kuartal 2 tinggi. Lalu menurun di kuartal 3 dan 4," ujarnya.
Mengenai kebijakan bulan depan, Perry mengatakan BI akan terus memantau. Ia mengaku tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi ke depannya. Salah satu yang akan dipantau adalah kebijakan Bank Sentral AS, Federal Reserve.
Pemantauan dilakukan agar inflasi dapat mencapai target dan defisit transaksi berjalan dapat ditekan hingga 2 persen dari PDB.