REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Likuiditas bank-bank besar pada 2013 masih terjaga. Padahal tahun lalu ekonomi Indonesia mengalami pengetatan. Namun, loan to deposit ratio (LDR) perbankan masih dapat dijaga pada tingkat yang sehat.
PT Bank Danamon Indonesia, Tbk pada akhir tahun lalu berhasil menjaga LDR menjadi 95,1 persen. Padahal pada semester I-2013, LDR masih tercatat sebesar 105 persen. Direktur Keuangan Bank Danamon Vera Eve Lim mengatakan, dalam kurun waktu 6 bulan perseroan dapat menurunkan LDR sebesar 10 persen. "Memperhatikan size kredit, penurunan 10 persen sangat signifikan. Kami meningkatkan pendanaan dalam 6 bulan," ujar Vera.
Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Danamon pada 2013 memang tercatat tumbuh jauh lebih tinggi daripada kredit. DPK tumbuh 21 persen menjadi Rp 139,8 triliun. Sedangkan kredit hanya tumbuh 16 persen menjadi Rp 135,3 triliun. "Danamon terus memperkuat posisi pendanaan, tak hanya memperbaiki likuiditas," ujar Vera.
Di sisi lain, LDR PT Bank Mandiri Tbk, mengalami peningkatan dari 80,1 persen menjadi 84,5 persen. Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengatakan tahun ini pihaknya akan menjaga LDR pada level tersebut. Oleh karena itu, Bank Mandiri tidak akan terlalu ekspansif.
Tahun lalu, bank berlambang pita emas tersebut mencatatkan pertumbuhan DPK sebesar 15,2 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK perseroan di sepanjang 2012, yaitu sebesar 14,37 persen. Tingginya kenaikan DPK didorong oleh pertumbuhan tabungan sebesar 17 persen. Tabungan Bank Mandiri mencapai Rp 236,5 triliun. "Sudah dua tahun ini Mandiri jadi bank dengan tabungan terbesar," kata Budi.
Penyaluran kredit Bank Mandiri tahun lalu tumbuh 21,5 persen menjadi Rp 472,4 triliun. Budi mengatakan pertumbuhan kredit meningkat karena pelemahan rupiah. Jika efek pelemahan rupiah dihilangkan, kredit hanya tumbuh 17,8 persen.
Lain halnya dengan PT Bank OCBC NISP, Tbk. Bank ini mencatatkan LDR kenaikan LDR menjadi 92,5 persen dari 86,8 persen. Kendati LDR meningkat, likuiditas dianggap masih berlebih. Hal tersebut terlihat pada pertumbuhan penempatan pada efek-efek dan obligasi sebesar 99 persen.
Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara, Tbk (BTN) mencatatkan LDR sebesar 104 persen. Angka tersebut dianggap masih sehat.
Direktur Utama BTN Maryono mengatakan LDR di level tersebut bukan berarti kredit melebihi DPK. Alasannya, BTN memiliki pembiayaan yang bersifat jangka panjang seperti sekuritisasi dan obligasi. Hal tersebut tidak masuk dalam penghitungan LDR. "Masih cukup likuiditas BTN dalam menghadapi likuiditas ketat," ujarnya.
Tahun lalu, kredit yang disalurkan perseroan tumbuh 23,41 persen menjadi Rp 100,46 triliun. DPK perseroan tumbuh 19,24 persen menjadi Rp 96,21 triliun. BTN juga melakukan sekuritisasi sebesar Rp 1 triliun pada kuartal IV tahun lalu.