Ahad 02 Feb 2014 03:46 WIB

Investasi Apa yang Cocok untuk PNS? (2)

Seorang pedagang menunjukkan emas batangan.
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Seorang pedagang menunjukkan emas batangan.

REPUBLIKA.CO.ID, Misalnya, Anda membeli emas dengan harga Rp 250.000/gram tiga tahun yang lalu, dan harganya sekarang Rp 350.000/gram. Kalau kita menilainya dari sudut pandang rupiah, jelas Anda sudah untung lumayan besar. Bisa dibilang itulah investasi.

Tapi, kalau dibandingkan dengan harga beras misalnya. Uang Rp 250.000 pada tiga tahun yang lalu bisa digunakan untuk membeli sekarung beras. Tapi sekarang, harga sekarung beras tersebut adalah Rp 350.000. Jadi, kalau Anda jual emas tadi, maka Anda hanya akan mendapat satu karung beras, sama saja dengan tiga tahun yang lalu.

Tapi, kalau Anda simpan saja uangnya dalam celengan, maka uang Rp 250.000 dari tiga tahun yang lalu itu tidak cukup lagi untuk membeli sekarung beras sekarang. Itulah yang namanya lindung nilai, uang Anda jika dibelikan emas, tidak akan menurun nilainya. Pada kenyataannya, harga emas bisa naik-turun, bisa lebih tinggi bisa juga lebih rendah dari inflasi, namun lebih sering sama dengan inflasi. Jadi, sah-sah saja menyebut emas sebagai alat lindung nilai, dan sah-sah saja menyebut emas sebagai alat untuk berinvestasi.

Saran saya, jangan menempatkan investasi dalam satu bentuk saja. Anda harus punya tabungan dan deposito untuk cadangan sampai jumlah tertentu. Kalau harga emas sedang turun, belilah emas. Tapi, kalau harganya sedang tinggi, jangan beli emas. Anda bisa beli reksadana sebagai gantinya.

Tapi, kalau Anda peluang tetangga jual rumah murah karena butuh uang, tidak ada salahnya juga jual emas dan reksadana Anda dan beli rumahnya. Nanti bisa dijual lagi, atau bisa Anda tempati rumahnya sehingga tidak perlu lagi bayar sewa. Uang sewa yang sekarang, alokasikan lagi ke dalam investasi seperti tadi. Apa pun bentuknya, bagaimanapun caranya, yang penting harta Anda harus bertambah dan bertumbuh agar tidak dimakan inflasi dan cukup untuk membiayai keperluan di masa depan. 

sumber : Ahmad Gozali
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement