REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa (28/1) pagi bergerak melemah sebesar 25 poin menjadi Rp 12.242 dibanding sebelumnya Rp 12.217 per dolar AS.
"Laju rupiah masih memperlihatkan pelemahan setelah sejumlah mata uang negara-negara berkembang kembali mengalami koreksi setelah terimbas aksi jual masif," kata Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada di Jakarta, Selasa (28/1).
Ia mengemukakan bahwa aksi jual nilai tukar rupiah menyusul semakin dekatnya pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) untuk membahas kemungkinan dilakukannya pengurangan stimulus (tapering off). Di sisi lain, lanjut dia, permintaan mata uang "safe haven" seperti dolar AS meningkat menyusul melambatnya manufaktur Cina.
"Jika sentimen di pasar seperti saat ini, mata uang dolar AS akan cenderung meningkat terhadap mata uang berisiko, termasuk rupiah," kata dia.
Dari dalam negeri, Reza mengatakan, perkiraan inflasi Januari 2014 yang akan lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya menyusul meluasnya musibah alam akan mendorong pelaku pasar mengalihkan asetnya ke tempat yang lebih aman. "Inflasi merupakan salah satu indikator yang dilihat pelaku keuangan, kondisi itu turut berpengaruh pada pelemahan laju nilai tukar rupiah," ujar dia.