REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad menyatakan perbaikan ekonomi negara maju dapat membuka peluang bagi pertumbuhan industri manufaktur berbasis non-sumber daya alam di dalam negeri.
"Sektor industri harus dapat memanfaatkan peningkatan kelompok penduduk berpendapatan menengah secara lebih produktif," kata Muliaman dalam pidato Financial Executive Gathering di Jakarta, Jumat (17/1) malam.
Menurut dia, peluang itu didasarkan keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage) dalam proses bisnis industri manufaktur.
"Dengan segala potensi yang dimiliki, saya meyakini sektor keuangan dapat berkontribusi lebih pada pengembangan sektor produktif," ungkapnya.
Sektor keuangan, lanjut Muliaman, mampu berkontribusi terhadap sektor produktif karena mempunyai daya tahan dan kondisi finansial lembaga yang didukung stabilitas sistem keuangan.
Muliaman menambahkan pemerintah telah menetapkan serangkaian kebijakan untuk penguatan sektor riil seperti insentif pajak bagi industri berorientasi ekspor dan padat karya, penyederhanaan perizinan investasi, dan revisi daftar negatif investasi.
"OJK selain menjaga stabilitas, kami akan memperkuat fungsi intermediasi sektor jasa keuangan ke sektor produktif, termasuk yang berbasis ekspor. Kami juga akan memperkuat penyediaan berbagai alternatif pembiayaan dunia usaha khususnnya peran pasar modal dan industri lembaga keuangan bukan bank," katanya.
Bank Dunia, pada Selasa (14/1), merevisi pertumbuhan ekonomi global dari tiga persen menjadi 3,2 persen pada 2014. Pertumbuhan ekonomi global itu dilatarbelakangi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju seperti AS, negara-negara Eropa, dan Jepang setelah bertahan dari krisis keuangan global.
Selain pertumbuhan ekonomi global, Bank Dunia juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik pada 2014 masih sama seperti pertumbuhan pada 2013 sebesar 7,2 persen.
Bank Dunia, dalam laporan terbaru mereka, menyebut proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik pada 2014 masih akan tetap dibanding tahun sebelumnya karena kawasan itu masih terkena dampak normalisasi akibat krisis keuangan global.
Meskipun merevisi pertumbuhan ekonomi global, Bank Dunia tidak merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 yang tetap pada angka 5,3 persen.