Kamis 16 Jan 2014 14:02 WIB

Ekonom: Partisipasi Pemuda Dalam Pasar Kerja Rendah

Bursa Kerja ilustrasi
Bursa Kerja ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior Bank Dunia Vivi Alatas mengatakan tingkat partisipasi pemuda dalam pasar tenaga kerja di Indonesia masih rendah dan pengangguran di kalangan pemuda terdidik relatif tinggi.

"Pengangguran di kalangan pemuda lima kali lebih tinggi dari pengangguran dewasa yang rata-rata tiga kali lipat lebih tinggi," katanya dalam seminar ketenagakerjaan di Jakarta, Kamis (16/1).

Menurut Vivi, kondisi tersebut menyebabkan tingginya angka pertumbuhan ekonomi tidak bisa dinikmati seluruh kalangan dan perlu adanya upaya untuk meningkatkan taraf hidup serta produktivitas dengan menciptakan lapangan pekerjaan. "Perlu adanya lapangan pekerjaan untuk meningkatkan kesejahteraan dengan melakukan realokasi pekerja ke sektor yang lebih produktif serta meningkatkan perlindungan pekerja dengan bertanggung jawab secara fiskal," ujarnya.

Berdasarkan data Bank Dunia, tingkat partisipasi pemuda terdidik pada usia 20-29 tahun dalam pasar tenaga kerja relatif menurun sejak 2010, meskipun lapangan pekerjaan dalam sektor informal meningkat sejak 2001.

Dalam kesempatan itu, Vivi memaparkan beberapa tantangan dalam sektor ketenagakerjaan di Indonesia antara lain kebutuhan iklim usaha yang tepat untuk mewujudkan produksi, berupa pengembangan inovasi dan riset. "Saat ini, rendahnya inovasi dan riset menghambat produksi untuk hal-hal yang baru, serta masih ada hambatan terkait sulitnya memulai bisnis baru, yang dapat memperlambat produksi yang lebih murah," katanya.

Ia mengatakan, tantangan atas kebutuhan tenaga kerja yang tepat, dengan lebih banyak tenaga kerja terdidik yang memiliki keterampilan dan adanya kesesuaian antara tenaga kerja dengan kebutuhan pemberi kerja. "Tenaga kerja dengan pendidikan tinggi masih sedikit, dan masih banyak keterampilan yang belum dimiliki mereka. Sedangkan, pemberi kerja mengaku kesulitan mencari tenaga kerja terampil, karena proses 'matching' yang tidak optimal," ujar Vivi.

Tantangan lainnya, adanya peraturan ketenagakerjaan yang tepat untuk melindungi kesejahteraan pekerja, mendukung pertumbuhan pengusaha dan pemberi kerja serta memberikan peluang bagi pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan. "Regulasi yang ketat sekarang tidak mendukung tumbuhnya jumlah pekerja permanen, dan tingginya upah minimum merugikan pencari kerja karena lapangan kerja tidak tumbuh. Tingkat kepatuhan upah minimum yang rendah juga berarti bahwa pekerja masih belum terlindungi," papar Vivi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement