Kamis 16 Jan 2014 05:18 WIB

BI: Neraca Perdagangan Desember Surplus

Rep: Friska Yolandha/ Red: Mansyur Faqih
Seorang pejalan kaki melintasi logo Bank Indonesia di gedung BI kawasan Thamrin, Jakarta Pusat
Foto: Antara
Seorang pejalan kaki melintasi logo Bank Indonesia di gedung BI kawasan Thamrin, Jakarta Pusat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkirakan neraca perdagangan Indonesia per Desember 2013 mengalami surplus sebesar 785 juta dolar AS bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, neraca perdagangan nonmigas diperkirakan surplus 2,2 miliar dolar AS. "Surplus neraca perdagangan Desember lebih tinggi dari bulan sebelumnya," ujar Perry di Gedung BI, Rabu (15/1).

Dengan perkiraan tersebut, BI memproyeksikan neraca perdagangan di sepanjang kuartal IV akan mengalami surplus 1,6 miliar dolar AS. Sedangkan neraca nonmigas mengalami surplus sebesar lima miliar dolar AS dibandingkan kuartal III yang hanya satu miliar dolar AS.

Ada sejumlah faktor yang mendorong perbaikan neraca perdagangan ini. Pertama, ada perbaikan permintaan ekspor nonmigas. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ekspor nonmigas pada november 2013 mencapai 13,18 miliar dolar AS. 

Sedangkan Desember 2013 ekspor akan meningkat sedikit menjadi 13,4 miliar dolar AS. Permintaan ekspor nonmigas ini didorong oleh perbaikan harga komoditas.

Faktor kedua adalah adanya penurunan impor. BPS mencatat impor di kuartal III lebih kecil dibandingkan pada kuartal II. "Ini merupakan implikasi dari stabilisasi sehingga ada perlambatan impor barang modal dan bahan baku," ujar Perry.

Faktor ketiga yang mempengaruhi perbaikan neraca perdagangan adalah adanya bauran kebijakan yang dilakukan BI dalam rangka menjaga stablitas ekonomi. Sehingga, diharapkan defisit neraca transaksi berjalan pada akhir 2013 bisa ditekan sesuai harapan. 

BI memproyeksikan defisit di akhir 2013 sebesar 3,5 persen atau lebih kecil. Sedangkan di 2014 defisit diperkirakan di bawah tiga persen.

Terkait inflasi, BI telah melakukan survei pemantauan harga untuk pekan pertama Januari 2014. Inflasi pada pekan pertama tercatat 0,77 persen atau secara year on year sebesar 8,1 persen. Salah satu pendorong inflasi pada pekan pertama adalah kenaikan harga elpiji sebesar 67 persen.

Namun BI memperkirakan inflasi ini akan turun pada tiga pekan berikutnya karena adanya revisi harga elpiji. Inflasi secara keseluruhan diperkirakan berkisar 0,1 persen. "Tidak akan lebih dari 0,2 persen," kata Perry.

Sementara itu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, tahun ini Indonesia masih perlu mewaspadai volatilitas harga pangan. Per akhir 2013 diperkirakan harga pangan menyumbang inflasi 11,8 persen.

Selain harga pangan, Indonesia dan negara berkembang lain juga perlu mewaspadai pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat. "Koreksi di AS perlu diwaspadai. Bisa-bisa perbaikan lebih cepat dari yang diduga," ujar Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement