REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mempertanyakan sistem kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengatur dan mengawasi sektor perbankan di Tanah Air.
"Sekarang ini kan harus membangun suatu sistem yang baru dengan adanya lembaga baru, nah apakah ini langsung bisa 'ready' mengatasi berbagai macam dinamika di sektor keuangan perbankan kita, ini jadi taruhan paling krusial," ujar Enny saat dihubungi di Jakarta, Rabu (8/1).
Menurut Enny, sistem pengawasan yang dilakukan sebelumnya oleh BI secara tata kelola sudah cukup baik, transparan, dan akuntabel bila dibandingkan dengan lembaga atau institusi maupun kementerian lain. Namun, dengan sistem tersebut terkadang masih belum bisa mengantisipasi munculnya modus-modus baru penyalahgunaan dan tindak kejahatan di sektor perbankan.
"Pertanyaannya, dengan sistem yang sudah dibangun seperti itu kita masih sering lamban mengantisipasi, apalagi kalau ini ada satu lembaga baru yang penyusunan sistemnya masih 'trial and error'," kata Enny.
Dia menilai, pasar keuangan khususnya sektor perbankan sangat dinamis, sehingga diperlukan sistem pengawasan yang juga dinamis agar dapat mengendus modus-modus baru penyimpangan dan kejahatan di sektor perbankan tersebut. "Lebih dari itu juga, sektor keuangan non perbankan di Indonesia ini kan variasinya luar biasa. Ada sektor non perbankan yang melakukan modus operandi seperti perbankan dengan juga menghimpun dana dari masyarakat," papar Enny.
Ia menambahkan, harmonisasi kinerja antara sumber daya manusia yang berasal dari Bank Indonesia dan dari luar Bank Indonesia di dalam tubuh OJK juga menjadi tantangan tersendiri. "Menyatukan dan menyamakan visi dan kinerja ini juga persoalan yang tidak sederhana. Ini yang menjadi tantangan terberat, apalagi masyarakat kita tuntutannya luar biasa," kata Enny.