REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inflasi tinggi sepanjang 2013 diharapkan tidak berdampak pada kenaikan suku bunga acuan, BI Rate. Pengamat ekonomi Anif Punto Utomo mengatakan, Bank Indonesia seharusnya tetap menahan BI Rate pada level 7,5 persen meski inflasi year on year mencapai 8,38 persen.
"Saya kira jangan dinaikkan lagi karena saat ini saja sudah terjadi perebutan dana di kalangan perbankan dengan naiknya BI Rate ke level 7,5 persen," kata Anif, Kamis (2/1).
Apalagi target inflasi pada 2014 plus minus 4,5 persen, yang artinya tekanan terhadap suku bunga bank harus berkurang. Yang harus dilakukan saat ini, kata Anif, tetap menjaga sektor riil tetap berkembang dan perbankan tidak ragu mengucurkan kreditnya pada bidang ini.
Inflasi 8,38 persen pada 2013 ini jauh melebihi target asumsi makro APBN Perubahan yang dipatok 7,2 persen. Tetapi ini lebih rendah dari target revisi pemerintah yang sempat mematok 9,2 persen.
Tingginya inflasi ini, tutur Anif, didorong oleh kenaikan harga BBM pada Juni 2013. Begitu memasuki akhir 2013 inflasi bulanan relatif rendah.
"Tapi inflasi rendah itu harus dibayar dengan tidak berkembangnya sektor pertanian karena dilakukan dengan membuka keran impor bahan pokok," kata dia.
Ketika rupiah terdepresiasi, inflasi kembali mendapat tekanan, karena harga pangan yg diimpor menjadi naik. Ditambah dengan kebutuhan natal dan tahun baru, inflasi Desember mencapai 0,55 persen.