REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru menginjak hari pertama 2014 masyarakat sudah dihadapkan pada kenaikkan harga elpiji kemasan tabung 12 kilogram (kg). Lonjakan harga itu diprediksi akan membuat masyarakat beralih ke elpiji tabung 3 Kg.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, kenaikkan harga itu akan membuat elpiji 3 kg menjadi primadona. ''Produknya sama tapi harga berbeda,'' kata dia kepada ROL, Rabu (1/1).
Menurut dia, kenaikkan harga itu akan mengerek kenaikkan komoditas lainnya. Semisal, produk warteg, dan lainnya. Lalu, lanjut Sudaryatmo, penyelewengan gas elpiji yang disubsidi pemerintah akan semakin meningkat. Contohnya, gas dari elpiji 3 kg akan diisikan ke gas elpiji 12 kg agar penjualnya semakin mendapatkan untung besar.
Kenaikkan gas itu, ujar dia, juga akan berpengaruh ke ranah politik. Kenaikkan harga itu, dinilai bisa menjadi ''noda'' di mata rakyat yang akan menjatuhkan pamor partai berkuasa. Alasannya, kenaikkan harga itu dianggap tidak berpihak ke masyarakat.
Sudaryatmo menerangkan, seharusnya yang diperbaiki adalah tata niaga gas elpiji. Dengan kondisi gas elpiji subsidi dan tidak subsidi akan membuat tata niaga tidak stabil. Alhasil, kelangkaan gas elpiji 3 kg pun sangat mungkin terjadi.
Dia memberikan solusi, alangkah baiknya apabila kedua produk itu dijadikan produk yang disubsidi pemerintah atau sekalian tidak disubsidi dua-duanya. Misalnya, daripada subsidi elpiji 3 kg, langsung memberikan bantuan langsung tunai (BLT). Langkah itu dinilainya lebih tepat dan efektif karena langsung ke sasaran dibandingkan menyubsidi elpiji 3 kg yang penjualannya bebas dan terbuka. Pasalnya, siapapun bisa membeli elpiji 3 kg.