REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengawasan perbankan dari Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepenuhnya dialihkan pada 31 Desember 2013. Hingga saat ini peralihan status pegawai BI ke OJK masih menjadi masalah.
Sebanyak 1150 dan 70 pegawai BI ditugaskan untuk menjadi pegawai OJK. Mereka diperbolehkan untuk memilih untuk tetap bekerja di BI atau di OJK pada 2016.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan dalam Undang-undang (UU) OJK, terkait sumber daya manusia (SDM), pegawai yang ditugaskan BI ke OJK terhitung mulai 2013 hingga 2016.
Agus mengatakan, dalam kondisi terburuk, semua pegawai tersebut memilih untuk kembali ke BI pada 2016. Jika hal tersebut terjadi, sulit bagi OJK untuk membangun talenta pengawasan bank dari nol.
"OJK punya tantangan harus membangun institusi menarik agar pegawai yang ditugaskan tertarik jadi pegawai OJK," ujar Agus dalam Rapat kerja Komisi XI DPR dengan Gubernur BI dan Dewan Komisioner OJK, Selasa (17/12).
Agus mengatakan sebaiknya penugasan pegawai tersebut bersifat mandatori agar hal-hal yang beresiko tersebut tidak terjadi. Selain itu, Agus mengatakan bahwa pemerintah sepertinya lupa untuk menganggarkan SDM bagi pegawai BI yang ditugaskan di OJK.
"Kalau tidak ada anggarannya, ragu juga mereka," ujarnya
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, mengatakan pegawai BI yang ditempatkan di OJK memang diberikan perlakuan khusus untuk memilih pada 2016.
Hal tersebut berbeda dengan pegawai Bapepam-LK yang ditempatkan di OJK. "Itu bukan karena gajinya yang berbeda, tetapi karena kultur BI dan Bapepam-LK yang berbeda," ujar Harry.
Ketua DK OJK, Muliaman Hadad, mengatakan pegawai yang ditugaskan BI ke OJK merupakan modal pertama OJK. OJK saat ini tengah mempersiapkan rekrutmen.
"Bidang SDM yang diperlukan adalah tenaga teknis terkait internal audit dan ahli hukum untuk mendukung pengawasan dikawal dengan audit yang memadai," ujar Muliaman.