REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan industri syariah di tanah air menunjukkan hal yang positf. Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) memproyeksikan perbankan syariah bahkan tumbuh antara 34,7 hingga 50,7 persen. MES juga memproyeksikan aset perbankan syariah tumbuh 50,7 persen, DPK 47,46 persen dan pembiayaan 55,61 persen.
Bukan hanya perbankan, industri keuangan non bank syariah lain juga terus meningkat. Asuransi syariah dari data MES tumbuh 50 persen pada 2007-2012. Sedangkan pasar modal syariah, khususnya saham syariah mengalami petingkatan. Baik Indeks Saham Syariah Indonesia maupun Jakarta Islamic Index mengalami peningkatan 24,8 persen dan 21,3 persen. Selain itu industri halal, baik makanan hingga pakaian Islami (hijab) juga maju pesat.
Sayangnya, pertumbuhan syariah ini belum bisa menyaingi ekonomi konvensional. Ambil contoh hingga kini pangsa pasar perbankan syariah terhadap perbankan konvensional hanya 4,67 persen. Padahal, menurut Sekretaris Jenderal MES, Muhammad Syakir Sula, lebih identik dengan sektor riil khususnya unit mikro kecil menengah (UMKM).
Menurut Syakir, sektor riil dan UMKM adalah menyangga ekonomi nasional.Artinya ekonomi syariah sejatinya bisa mencegah Indonesia dari bubble atau gelembung krisis. Tak heran, ekonomi syariah bisa disebut anti-krisis.
Selain itu ekonomi syariah juga lebih cocok dengan budaya bangsa Indonesia.Salah satu sistem bagi hasil terkenal di wilayah Jawa begitu juga Sumatra dan Sulawesi. Contohnya, pengembangbiakan sapi, sering kali pengurus ternak bisa mendapatkan anak sapi atau susu perahannya.Berbeda dengan sistem riba yang datang dari luar Indonesia. Akan tetapi sistem kapital ini justru saat ini mendominasi perekonomian.
Karena itu, kata Syakir, sebagai umat muslim sudah selayaknya menggunakan sistem syariah. Mengedepankan ekonomi syariah sebagai gaya hidup seharusnya dilakukan karena sesuai dengan tuntunan umat Islam.
Tantangan lain, ungkap dia, adalah sejak dua puluh tahun perkembangannya, gerakan ekonomi syariah digaungkan oleh masyarakat. Sedangkan pemerintah sejauh ini hanya memfasilitasi saja, berbeda dengan Malaysia yang mendukung penuh.
Malaysia, menurut Syakir, adalah salah satu pionir dengan pertumbuhan ekonomi syariah terbesar, khususnya pasar sukuk dan perbankan. Bahkan, disebutkan setengah dari investor dan nasabah adalah non muslim.
Sebenarnya, lanjut dia, di Indonesia sudah cukup banyak non-muslim yang menjadi nasabah perbankan syariah. Oleh karena itu butuh sosialisasi terus menerus kepada masyarakat mengenai kelebihan dari ekonomi syariah. ''Saat ini sizenya masih kecil, sehingga belum terlalu dilirik pengusaha non muslim, atau bahkan muslim sendiri,'' ujar Syakir kepada ROL, Ahad (15/12).