Selasa 10 Dec 2013 16:28 WIB

Apegti Desak Pemerintah Umumkan Audit Perembesan Gula Rafinasi

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nidia Zuraya
Gula Rafinasi (ilustrasi)
Foto: Corbis
Gula Rafinasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) meminta  Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia agar dapat mengumumkan terlebih dahulu hasil audit 3 tahun mulai tahun 2011 hingga 2013 terkait perembesan gula rafinasi di pasar umum.

Ketua Apegti Natsir Mansyur mengatakan, audit perlu diumumkan sebelum pemerintah mengeluarkan izin impor gula mentah (raw sugar). Izin impor raw sugar dinilainya akan menjadi malapetaka bagi industri gula yang dihasilkan petani karena membuat harga gula petani hancur.

‘’Kita tahu gula rafinasi hanya diperuntukan untuk industri makananan minuman bukan untuk dikomsumsi konsumen, di sisi lain gula rafinasi itu menghancurkan harga gula petani" katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima ROL, Selasa (10/12).

Apegti menilai karut-marut di manajemen gula nasional terjadi karena pemerintah sendiri yang melanggar  delapan undang-undang (UU) dan kebijakan Menteri sehingga menimbulkan kekacauan di pergulaan ini. Natsir mengatakan, banyak kasus pergulaan yang timbul dan justru diabaikan pemerintah, dalam kaitan ini adalah Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia, Kementerian Pertanian (Kementan), dan Dewan Gula Indonesia (DGI).

Dia menyebutkan, sedikitnya ada enam kasus yang hingga saat ini belum ditemukan titik penyelesaian. Pertama, tidak diumumkannya hasil audit selama 3 tahun yaitu 2011-2013mengenai perembesan gula rafinasi oleh Kemendag.

Kedua, kasus impor raw sugar mencapai 240 ribu ton oleh industri. Sementara gula berbasis tebu untuk komsumsi masyarakat perbatasan tidak tersedia ke perbatasan sehingga yang ada adalah gula selundupan. ‘’Ketiga, kasus gula seludupan di Kalimantan Barat yang dengan mudah diganti dengan karung gula lokal,’’ ujarnya.

Keempat, perembesan gula rafinasi oleh industri gula rafinasi di Makassar. Sehingga industri gula kristal putih  PT Perkebunan Nusantara (PTPN) tidak berproduksi karena tidak mampu bersaing dengan industri gula rafinasi yang raw sugarnya berasal dari impor. ''Kasus ini bisa merembes ke industri gula di Pulau Jawa,'' ucapnya.

Kelima,  pihaknya mempertanyakan izin industri gula rafinasi yang dikeluarkan Kemenperin dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Karena industri gula rafinasi masuk dalam daftar negatif investasi, tetapi izinnya tetap dikeluarkan. Keenam,  persoalan gula ini akan berdampak panjang sehingga kebijakan pergulaan yang dikeluarkan pemerintah harus tepat dan tidak spekulatif.

‘’Bagaimana yang berwenang bisa menetapkan kebijakan yang tepat, bila data dan hasil audit saja tidak jelas,’’ ujarnya. Selain itu, Apegti juga meminta agar DGI dibubarkan karena kurang dirasakan manfaatnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement