REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan menguat tahun depan.
Dalam perdagangan pada Jumat (6/12), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada level Rp 11.960 dalam kurs tengah BI. Rupiah menguat 58 poin dari hari sebelumnya yang ditransaksikan pada level Rp 12.018 per dolar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Difi Johansyah, mengatakan, inflasi berbanding terbalik dengan rupiah. Jika inflasi tinggi, rupiah akan melemah. BI meyakini inflasi tahun depan setelah Agustus akan turun pada 4,5 persen.
Penyebabnya karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Agustus 2013. Karenanya, ia yakin inflasi year on year akan turun.
"Saya optimistis rupiah akan menguat dalam medium term," ujar Difi dalam Pelatihan wartawan ekonomi dan perbankan mengenai Pendalaman Seputar Nilai Tukar di Hotel Trans Luxury, Bandung, Sabtu (6/12).
Difi mengatakan, rupiah tengah menghadapi beberapa tikungan. Di antaranya adalah tapering off stimulus moneter yang akan dilakukan Bank Sentral AS, penentuan utang AS, defisit transaksi berjalan dan faktor politik. Difi menjelaskan, sebelum AS melakukan stimulus moneter atau quantitative easing (QE), rupiah berada pada level Rp 11.500.
Rupiah menguat dalam beberapa tahun terakhir karena adanya aliran masuk. "Kalau kita netralisir, rupiah akan berada pada sebelum QE dilakukan," ujar dia. Selain itu, secara historikal, rupiah menguat setelah pemilu karena adanya kepastian.
Deputi Gubernur Senior Mirza Adityswara mengatakan BI masih melakukan intervensi di pasar uang dalam negeri untuk mengatasi volatilitas nilai tukar rupiah yang cukup tinggi. Menurutnya, tingginya volatilitas disebabkan oleh semakin keringnya likuiditas valas di pasar keuangan domestik.
Dalam kondisi normal, nilai transaksi valas harian bisa mencapai 2,5 miliar dolar AS per hari. Sedangkan saat ini, nilai transaksi valas harian hanya sebesar 500 juta dolar AS. "Semakin kering likuiditas valuta asing ini semakin besar pengaruh tekanannya pada nilai tukar," ujar dia.
BI berharap eksportir mulai mengkonversikan valas dari hasil ekspornya di pasar uang. Langkah tersebut dapat membantu memperbesar likuiditas valas sehingga mengurangi tekanan terhadap rupiah.