Jumat 29 Nov 2013 16:56 WIB

Menkeu: Pelemahan Rupiah Hanya Sebentar

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Nidia Zuraya
Muhamad Chatib Basri
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Muhamad Chatib Basri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan nilai tukar rupiah yang Kamis lalu sempat menyentuh batas psikologis Rp 12 ribu per dolar AS hanya sebentar atau bersifat sementara.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, berbeda dengan beberapa mata uang Asia lain seperti baht dan peso, depresiasi rupiah lebih karena gejala sesaat. Desember nanti, utamanya setelah Badan Pusat Statistik mengumumkan data bulanan perekonomian Indonesia, keadaan pasar uang dan nilai rupiah akan normal kembali.

Menurut Chatib, faktor internal penyebab pelemahan rupiah adalah kebutuhan valas domestik naik. Ada yang butuh valas besar untuk membayar utang yang jatuh tempo setiap akhir tahun. Ada pula yang untuk pembiayaan impor, yang sepanjang November ini nilainya diperkirakan sekitar 6,3 miliar dolar AS.

Dalam pandangan Chatib, sore hari Kamis lalu rupiah sudah berada di bawah Rp 12 ribu. Demikian pula sepanjang hari Jumat. Itu terjadi karena Bank Indonesia menjaga nilai rupiah.

Kemenkeu memperkirakan bahwa neraca perdagangan November jauh membaik, meski masih defisit. Tetapi,  defisitnya mengecil. Kalau Oktober defisit 600 juta-an dolar AS, November turun menjadi hanya 200 juta-an dolar, dan mungkin di bawah 200 juta dolar AS. "Jadi udah hampir balance," kata dia di Jakarta, Jumat (29/11).

Chatib memperkirakan telah terjadi penurunan impor nonmigas dan migas. Dia memberi contoh realisasi kuota bahan bakar (BBM) sampai November baru 42,9 juta kiloliter (KL). Dan, hingga akhir tahun diperkirakan tembus 46 juta KL.

Penurunan konsumsi BBM itu selain bagus bagi bneraca perdagangan, juga akan berkontribusi positif terhadap inflasi. "Inflasi akan kecil. Mudah-mudahan rangenya  0,1 persen untuk November. Sampai akhir tahun, kalau bulan lalu saya ngomongnya 9 persen, sekarang berani ngomong di bawah 9," kata dia.

Setelah ada perbaikan yang bagus itu, kata Chatib, fokus ke depan adalah pada pengurangan impor dulu dan peningkatan ekspor. Karena itu tentu akan menjadi sentimen positif di pasar kaitan dengan nilai tukar rupiah.

Penguatan rupiah tidak hanya tergantung neraca perdagangan, tetapi juga ditentukan neraca modal. Persoalannya adalah neraca modal tak sepenuhnya faktor internal karena faktor luar negeri juga berpengaruh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement