Kamis 28 Nov 2013 16:33 WIB

Indeks Bisnis Pengusaha Inggris di Indonesia Merosot

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Jam Big Ben di Kota London, Inggris.
Jam Big Ben di Kota London, Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks kepercayaan bisnis pengusaha-pengusaha Inggris di Indonesia yang tergabung dalam British Chamber of Commerce in Indonesia mengalami penurunan. Berdasarkan survei yang dilakukan British Chamber of Commerce in Indonesia bekerja sama dengan Kadence International terungkap, indeks kepercayaan bisnis (business confidence) tercatat 60 persen. Angka ini mengalami penurunan 23 persen dibandingkan besaran setahun silam sebesar 83 persen.

Sejalan dengan indeks kepercayaan bisnis, indeks kemudahan dalam berbisnis (ease of doing business) pun mengalami penurunan dari 65 persen (2012) menjadi 55 persen (2013). Chairman British Chamber of Commerce in Indonesia Haslam Preeston mengatakan penurunan yang terjadi pada dua indikator utama di atas menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi pengusaha-pengusaha yang tergabung dalam asosiasinya. "Akan tetapi, kami tetap memiliki kepercayaan dalam menjalankan bisnis di Indonesia," ujar Preeston, Kamis (28/11).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap perwakilan 100 perusahaan asal negeri Big Ben di Tanah Air, faktor iklim investasi mengalami penurunan yang drastis dari 69 persen (2012) menjadi 31 persen (2013). Pun dengan kebijakan fiskal dari 56 persen (2012) menjadi 25 persen (2013) dan kondisi politik dalam negeri dari 25 persen (2012) menjadi (5 persen). Khusus untuk penurunan iklim investasi yang drastis, Preeston mengatakan, "Ini adalah concern utama para pengusaha dan pemerintah tidak bisa mengabaikannya."

Ditilik dari basis industrinya, tingkat kepercayaan tertinggi berada pada sektor retail dan consumer goods (72 persen), mesin dan konstruksi (67 persen), hotel dan pariwisata (83 persen) serta real estate (73 persen). Sedangkan tingkat kepercayaan terendah berada pada sektor minyak dan gas (33 persen), tambang (22 persen), utilitas (40 persen) serta agrikultur (36 persen).

Survei juga mengungkapkan tiga tantangan utama yang memengaruhi hubungan bisnis kedua negara. Ketiga faktor itu, kata Preeston, adalah birokrasi, korupsi dan kebijakan terkait perburuhan. Hasil survei memperlihatkan pengaruh ketiganya masing-masing tercatat 74 persen (birokrasi dan korupsi) dan 63 persen (kebijakan terkait perburuhan).

Sementara tantangan lainnya yang harus dihadapi adalah masalah minimnya infrastruktur (64 persen), perangkat aturan (67 persen), minimnya skilled labour (59 persen), stabilitas politik dan sosial (38 persen), terorisme (14 persen) dan proteksionisme terhadap investasi asing (57 persen). Secara umum, Preeston mengajukan usulan kepada Pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan beberapa tindakan. Usulan-usulan itu antara lain penyederhanaan perizinan berusaha, mengeksusi proyek-proyek infrastruktur penting dan meneruskan pemberantasan korupsi serta reformasi birokrasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement