REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diharapkan dapat merenegosiasi utang luar negeri yang jatuh tempo. Pasalnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tengah melemah.
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan, pemerintah harus melakukan renegosiasi utang seperti yang pernah dilakukan pada 1998 ketika krisis. "Dulu namanya Jakarta Initiative Task Force. itu melakukan re-schedule," ujar Tony yang ditemui pada Kompas CEO Forum, di Jakarta, Rabu (27/11).
Menurutnya, jika renegosiasi dapat dilakukan, tekanan permintaan akan berkurang sehingga rupiah dapat kembali menguat. "Rupiah tidak bisa Rp 11.700 kayak kemarin," ujar dia.
Ia mengatakan, swasta juga harus melakukan renegosisasi dengan difasilitasi oleh pemerintah. Namun, upaya renegosiasi ini membutuhkan negosiator yang baik. Menurutnya, pemerintah untuk saat ini belum memilikinya. "Manuvernya masih lelang dan bunga," ujar dia.
Hal kedua yang harus dilakukan dalam menghadapi utang luar negeri jatuh tempo adalah eksekutif chiangmai initiative. Tony mengatakan Indonesia mendapatkan komitmen dari Cina dan Korea masing-masing 15 miliar dolar AS dan 10 miliar dolar AS. Jika hal tersebut dapat direalisasikan, cadangan devisa dapat meningkat sebanyak 25 miliar dolar AS.