Senin 18 Nov 2013 14:22 WIB

Pemerintah Luncurkan Sistem Karantina Pertanian Terintegrasi

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Sayuran dan buah produk hortikultura (ilustrasi)
Foto: distan.pemda-diy.go.id
Sayuran dan buah produk hortikultura (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menginisiasi peluncuran Single Sign On (SSO) Karantina dan Layanan Elektronik (e-Services) Perizinan Terintegrasi Dalam Kerangka Indonesia National Single Window (INSW). Peluncuran dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi dan Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun.

"Dengan adanya pelayanan terpadu ini, maka unsur-unsur penting dalam pelayanan menjadi transparan, akuntabel dan murah bisa diharapkan," ujar Hatta dalam konferensi pers seusai acara di Hotel Borobudur, Senin (18/11). 

Menurut Hatta, sistem ini terkait dengan komoditas hortikultura yang diekspor dan diimpor.  Sistem ini pun bersifat traceable (dapat ditelusuri). "Jadi, orang yang impor tahu barang dan dokumennya di mana.  Bahkan, barang yang boleh diimpor atau tidak pun sudah ada di sistem," kata Hatta.

Dalam rilis yang diterima ROL disebutkan, peluncuran SSO di karantina diklaim dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses bisnis impor barang di pelabuhan.  Sementara dengan terjalinnya layanan elektronik perizinan terintegrasi antar Kementan dan Kemendag yang terkoneksi langsung di INSW, menjadi bukti keinginan pemerintah beri pelayanan yang lebih transparan dan akuntabel pada masyarakat.

Sedangkan keberadaan e-Services dalam kerangka INSW di Kementan ditujukan untuk meningkatkan kecepatan proses semua layanan. Khususnya yang terkait ekspor impor komoditas pertanian, meminimalisasi waktu dan biaya yang diperlukan dalam penanganan komoditas pertanian, meningkatkan validitas dan akurasi data/informasi serta menjadi instrumen pengawasan atas seluruh layanan yang diberikan. Dengan demikian, produk pertanian Indonesia menjadi lebih berdaya saing, pelaksanaan preferensi perdagangan akan lebih terkendali, penyelundupan dan gagguan impor lainnya dapat lebih diatasi. 

Kepala Badan Karantina Kementan Banun Harpini menambahkan, anggaran untuk sistem ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Besarannya sekitar Rp 500 juta sampai Rp 600 juta. Biayanya tidak terlalu besar, ujar Banun, mengingat telah ditopang pada sistem sebelumnya. 

"Sistem ini sudah memberikan ruang bagi seluruh perizinan yang menyangkut ekspor impor produk pertanian.  Tapi, yang kita jadikan kasus adalah dalam kerangka importasi hortikultura," kata Banun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement