Jumat 08 Nov 2013 21:35 WIB

Diversifikasi Investasi Jamsostek Dukung Pertumbuhan Ekonomi

Rep: Friska Yolandha/ Red: Fernan Rahadi
Logo Jamsostek.
Foto: Blogspot.com
Logo Jamsostek.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Jamsostek (Persero) akan bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan per 1 Januari 2014. Jamsostek mengharapkan, transformasi tidak hanya memberikan jaminan ketenagakerjaan, tetapi juga lapangan kerja bagi masyarakat melalui investasi yang dilakukan.

 

Penyertaan langsung seperti penyertaan modal dinilai tidak hanya memberikan manfaat kepada Jamsostek, tetapi juga perekonomian Indonesia secara umum. Direktur Investasi Jamsostek Jeffry Haryadi mengatakan, penyertaan langsung akan memberikan dana segar bagi industri sektor riil. Dengan berkembangnya industri tersebut, penyerapan tenaga kerja akan semakin tinggi.

 

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis angka pengangguran, yaitu mencapai 7,39 juta penduduk dari total 118,19 juta angkatan kerja. Melalui investasi yang dilakukan Jamsostek, diharapkan dapat mendukung sektor riil dan mengurangi pengangguran sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat.

Selain itu, tenaga kerja baru juga akan membayar iuran jaminan tenaga kerja kepada BPJS. "Sehingga semuanya bergerak stimultan," ujar Jeffry, belum lama ini.

 

Ia mengharapkan porsi investasi BPJS Ketenagakerjaan akan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 24 Tahun 2011. Aturan ini merupakan acuan yang selama ini dipakai Jamsostek dalam berinvestasi. Sehingga, investasi nanti tidak hanya di instrumen pasar uang seperti deposito.

 

Hal senada diungkapkan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali Situmorang. Investasi BPJS sebaiknya tidak dibatasi hanya di instrumen tertentu. Pasalnya BPJS memerlukan dana yang cukup besar untuk menjamin kesejahteraan peserta. Meskipun BPJS melakukan diversifikasi investasi, hal ini tetap menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. "Jika tidak dari investasi, dari mana lagi BPJS mendapatkan dana untuk memberikan manfaat bagi peserta," ujar Chazali.

 

Direktur Utama Jamsostek Elvyn G Masassya mengatakan, biaya operasional BPJS seharusnya dipenuhi secara mandiri. Pemenuhan ini salah satunya dilakukan melalui investasi. BPJS seharusnya bergerak tidak bergantung pada premi yang ditarik dari anggota, tetapi juga dari dana kelolaan. Meskipun saat ini sejumlah instrument investasi mengalami fluktuasi, Jamsostek meyakini diversifikasi investasi bisa memberikan manfaat lebih di masa depan.

 

Hingga akhir kuartal ketiga, Jamsostek telah membukukan dana hasil investasi senilai Rp 11,72 triliun. Nilai ini tumbuh sebesar 17,15 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hasil investasi terbesar berasal dari obligasi, yaitu Rp 4,45 triliun. Selain itu, hasil terbesar juga dihasilkan dari investasi saham sebesar Rp 4,06 triliun dan deposito Rp 1,96 triliun. Di akhir tahun perseroan menargetkan hasil investasi sebesar Rp 14,61 triliun. Jamsostek optimistis target ini bakal tercapai karena per September realisasinya sudah mencapai 80 persen.

 

Dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara jaminan tenaga kerja, Jamsostek juga diminta untuk tetap menjaga transparansi dalam pengelolaan dana masyarakat. Secara konsisten, Jamsostek perlu menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) untuk memperkecil fraud dan penyalahgunaan aset perusahaan.

 

Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia (SDM) Jamsostek Amri Yusuf mengungkapkan Jamsostek memperkecil kemungkinan penyalahgunaan aset dengan mengaktigkan sistem whistleblowing ke seluurh unit kerja. Jamsostek juga membentuk komite integritas dan antisuap.

 

Perseroan memperkuat pengawasan internal melalui penyempurnaan infrastruktur GCG. Setiap pelanggaran GCG akan mendapatkan sanksi sesuai jenis pelanggaran. "Sanksinya mulai penundaan golongan sampai pemutusan hubungan kerja (PHK)," tegas Amri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement