Selasa 29 Oct 2013 18:29 WIB

Apindo Sesalkan Aksi Sweeping Buruh

Rep: Fenny Melisa/ Red: Heri Ruslan
Ketua APINDO Sofyan Wanandi
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ketua APINDO Sofyan Wanandi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanadi menyayangkan aksi sweeping yang dilakukan sejumlah buruh.  Menurutnya hal tersebut tidak perlu terjadi jika masih ada kesempatan dialog di Dewan Pengupahan.

"Ada insden kecil sweeping di Cimahi dan Tangerang. Kami sesalkan kok dipaksakan seperti itu," ujar Sofjan pada konferensi pers di kantor Apindo Jakarta Selasa (29/10).

Sofjan meminta agar aparat melakukan tindakan tegas pada buruh yang melakukan aksi sweeping dan merusak. Sofjan menilai hal tersebut dapat merusak iklim investasi.

Sofjan mengatakan menjadi hak buruh

untuk melakukan aksi menuntut kenaikan upah. Namun ia meminta agar aksi dan mogok yang dilakukan  tidak mengajak buruh lainnya yang memilih bekerja.

"Mogok silahkan saja. Yang tidak mau mogok jangan dipaksakan," ujar Sofjan.

Sofjan mengatakan menurut undang-undang, mogok dilakukan jika perundingan di Dewan Pengupahan gagal. Namun, hingga saat ini, menurutnya, perundingan di Dewan Pengupahan masih berjalan baik di seluruh Indonesia.

"Tunggu saja sampai kepala daerah menetapkan. Dewan Pengupahan jangan sampai memutuskan upah minimum berdasarkan demo-demo," tuturnya.

Apalagi, lanjutnya, saat iklim investasi dunia sedang buruk dan banyak investor yang mulai hengkang. Ia mengatakan investor yang mulai hengkang dari Indonesia yaitu investor Korea yang merupakan investor garmen, sepatu, dan elektronik; investor Taiwan, dan juga investor Jepang.

Selain itu, tuntutan upah naik membuat beberapa pengusaha domestik pindah ke luar Jakarta dan menurut data Apindo, enam bulan pertama penetapan upah minimum 2013, 200.000 buruh terutama buruh industri padat karya di PHK karena kenaikan upah berlebihan.

"Padat karya 30-40 persen operational costnya untuk upah. Upah naik maka naiklah biaya operasional mereka. Akhirnya PHK jadi jalan untuk menekan itu," kata Sofjan.

Lebih lanjut Sofjan mengatakan tidak tahu apa yang akan terjadi jika mogok nasional benar-benar terjadi. Satu hal yang ia minta agar persoalan buruh tidak dipolitisir.

"Kami lihat apa yang terjadi pada 31 Oktober dan 1 November.  Kami harapkan yang mau mogok mikir sekali lagi jangan sampai merugikan semua pihak. Karena menarik investor susah setengah mati. Dan kami minta pemerintah tegas menjaga keamanan dan kepastian hukum," kata dia.

Sofjan mengatakan kenaikan upah tidak menyelesaikan persoalan kesejahteraan buruh. Menurutnya dari pada demo lebih baik buruh meningkatkan keahlian dan pendidikannya. Dengan peningkatan pendidikan dan keahlian, upah akan naik dengan sendirinya.

 

"50 persen buruh kita lulusan SD. Tahun 2015 jika serikat pekerja kita hanya demo saja akan terpukul karena banyak pekerja asing yang lebih baik skillnya, masuk ke Indonesia," kata dia.

Sofjan menuturkan permasalahan kesejahteraan buruh tidak dapat diselesaikan dengan hanya menaikkan upah. Namun perlu kerjasama dengan pemerintah. Misalnya pemerintah melalui Kemenpera memberikan perumahan yang murah bagi buruh, Kemenkes memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau, juga Kemdikbud memberikan pendidikan gratis bagi anak buruh.

"Masalah kesejahteraan buruh tidak bisa diselesaikan dengan naiknya upah tapi harus bekerjasama dengan pemerintah. Upah bukan satu-satunya jalan meningkatkan kesejahteraan buruh," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement