Selasa 29 Oct 2013 15:55 WIB

BEI Tak Permasalahkan Perusahaan Kecil Melantai di Bursa

Pialang mengamati pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (18/2).
Foto: Antara
Pialang mengamati pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan tidak mempermasalahkan perusahaan kecil yang melakukan penawaran umum perdana saham (IPO).

"Perusahaan kecil tidak masalah, yang penting ketika sudah masuk Bursa dan mendapat dana dari masyarakat perusahaan bisa menjadi lebih besar dan baik," ujar Direktur Penilaian perusahaan BEI, Hoesen di Jakarta, Selasa (29/10).

Ia mengemukakan bahwa saham yang dicatatkan di BEI dibagi atas dua papan pencatatan yakni papan utama dan papan pengembangan. Penempatannya didasari pada pemenuhan persyaratan pencatatan awal pada masing-masing papan pencatatan.

Ia menjelaskan papan utama ditujukan untuk perusahaan tercatat yang berskala besar, khususnya dalam hal nilai aktiva berwujud bersih (net tangible assets) yang sekurang-kurangnya Rp100 miliar.

Sementara di papan pengembangan dimaksudkan untuk perusahaan-perusahaan yang belum dapat memenuhi persyaratan pencatatan di papan utama, termasuk perusahaan yang prospektif namun belum membukukan keuntungan.

Hoesen mengharapkan bahwa emiten dapat terus membukukan kinerja yang positif sehingga meningkatkan kontribusi pasar modal terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

"Rasio terhadap PDB di negara maju di atas 100 persen. Artinya ekonomi dikendalikan oleh korporasi," kata dia.

Ia juga mengatakan bahwa jumlah perusahaan tercatat (emiten) di Bursa diyakini akan terus bertambah seiring dengan kebutuhan dana untuk melakukan ekspansi.

"Perusahaan yang masuk ke pasar modal itu untuk mencari dana dalam mengembangkan usahanya," ujarnya. Saat ini, total perusahaan yang sahamnya telah tercatat di BEI sebanyak 480 perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp4.512,714 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement