Ahad 27 Oct 2013 18:16 WIB

Pengusaha Minta Sertifikasi Halal Obat Ditinjau Kembali

Obat-obatan
Foto: M Syakir
Obat-obatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GP Farmasi) meminta sertifikasi halal pada obat agar ditinjau kembali dan dikaji secara mendalam karena dinilai tidak efektif. "Aturan tersebut tidak efektif karena obat yang selama ini dihasilkan sudah melalui proses riset selama bertahun-tahun dan ketika dipasarkan sudah mendapatkan izin dari pihak berwenang," kata?Ketua Dewan Penasihat GP Farmasi, Anthony Charles melalui siaran pers di Jakarta, Ahad (27/10).

Dia juga mengharapkan pemerintah membedakan antara sertifikasi produk makanan dan produk farmasi. "Masukan ini sudah disampaikan bertahun-tahun lalu ketika awal mula RUU Jaminan Produk Halal dibahas," katanya.

Ia menilai, regulator atau pemerintah harus memiliki sudut pandang positif terhadap pengusaha farmasi. "Pengusaha dan produsen obat pasti akan taat hukum, mengikuti aturan yang ada. Apalagi dalam menjual produk farmasi yang memang memiliki aturan perizinan yang sangat ketat," ujarnya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany juga menilai sertifikasi halal pada obat perlu kajian yang sangat mendalam mengingat fungsinya yang terkadang harus dikonsumsi dalam keadaan darurat. "Perlu kajian mendalam, contohnya jika ada kasus seseorang sakit parah dan salah satu obat yang harus dia konsumsi belum bersertifikasi halal sementara dalam keadaan darurat harus segera dikonsumsi maka dikhawatirkan bisa menimbulkan persoalan baru," paparnya.

Dia menambahkan, karena obat merupakan produk yang dikonsumsi dalam keadaan darurat sehingga sedikit memiliki perbedaan dengan makanan atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari maka sertifikasi halal pada obat perlu dikaji mendalam. "Obat termasuk vaksin bersifat strategis yang dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa manusia, hanya dikonsumsi dalam keadaan darurat oleh mereka yang terpaksa, dan tidak dikonsumsi dalam jumlah berlebihan sehingga bisa memenuhi syarat untuk tidak diharamkan," terangnya.

Saat ini, menurutnya, hampir 95 persen bahan baku obat merupakan impor. Ini juga menimbulkan persoalan baru, industri tentu harus memeriksa bahan baku itu langsung misal ke Amerika Serikat atau Eropa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement