REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri asuransi umum Indonesia membutuhkan Lembaga Rating dan Statistik. Lembaga yang akan dibentuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini bukan ditujukan untuk menentukan tarif asuransi, tetapi lebih mempunyai fungsi dan peranan menghimpun data-data asuransi nasional.
Dengan data-data tersebut, dapat dilihat bagaimana tarif asuransi umum tanah air. Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Kornelius Simanjuntak berujar berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, tarif atau harga asuransi harus memadai demi kepentingan membayar klaim. "Jangan sampai premi tidak mencukupi untuk membayar klaim. Kalau ini terjadi yang dirugikan masyarakat," ujarnya di kantor AAUI, Jakarta, Jumat (18/10).
OJK, kata Kornelius, memiliki otoritas agar premi tidak kurang tetapi juga tidak mahal. "Di situ peran OJK untuk memastikan semua pemangku kepentingan menjalankan sistem dengan baik sehingga ketika terjadi klaim, masyakat dapat merasakan manfaat asuransi," ucapnya.
Pengurus Departemen Hubungan Internasional AAUI, Agus Benjamin mengatakan saat ini persaingan industri asuransi umum kian gencar. Pasar asuransi Indonesia dinilai sangat menggiurkan. "Indonesia laksana gadis cantik, semua negara ingin masuk ke sini. Kalau banyak investor masuk, persaingan jadi sangat ketat sehingga harus ada cara mengelola industri asuransi umumm," ujarnya.
Menurutnnya untuk mengantisipasi kondisi tersebut, perlu pendekatan dan cara berpikir yang lebih modern, holistik dan dewasa. "Kalau ketiga aspek ini digabungkan, maka pelaku usaha punya persiapan dan strategi tepat menghadapi pertumbuhan industri," kata dia. AAUI berharap para pelaku industri asuransi umum memiliki kepercayaan diri menghadapi realita pertumbuhan dan persaingan yang ada.
Perang tarif yang terjadi di industri asuransi, menjadi perhatian utama kegiatan 'Indonesia Rendezvous' (IR) ke-19 yang digelar AAUI di Nusa Dua, Bali pada 23 hingga 26 Oktober. Ketua Panitia IR 2013, Debie Wijaya mengatakan persaingan di pasar asuransi umum Indonesia semakin ketat khususnya di lini usaha properti. "Para pelaku bisnis menyikapi permasalahan ini dengan menurunkan tarif premi sehingga mengakibatkan turunnya pendapatan premi maupun keuntungan bahkan kerugian," kata dia.
Direktur Eksekutif AAUI, Julian Noor berujar di kesempatan itu pula AAUI akan menyelenggarakan CEO Gathering, sebuah ajang pertemuan bagi para pelaku industri asuransi umum. Dalam diskusi tersebut akan dibahas isu terkini di industri asuransi umum, salah satunya kebutuhan tenaga aktuaris.
Julian mengatakan industri asuransi umum masih kekurangan aktuaris. "Hanya 15 dari 81 perusahaan yang memiliki aktuaris," ujarnya. Meski belum banyak perusahaan yang belum memiliki aktuaris, namun perusahaan asuransi umum mempunyai konsultan aktuaria.
Julian mengakui untuk bisa mencetak aktuaris bukanlah hal mudah. AAUI giat mengadakan roadshow ke kampus-kampus tanah air seperti Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk menghasilkan aktuaris. "Kami ingin mengangkat isu di pertemuan itu. Mudah-mudahan ada jalan keluar. Namun seandainya belum bisa terpenuhi, lantas apa yang harus dilakukan industri asuransi umum," kata Julian.