Jumat 11 Oct 2013 17:29 WIB

Korsel Siap Biayai Proyek Pembangkit di Indonesia Tanpa Penjaminan

Pembangkit Listrik Tenaga Minihydro
Foto: ristek
Pembangkit Listrik Tenaga Minihydro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Exim Korea Selatan siap membiayai proyek kelistrikan khususnya pembangkit di Indonesia tanpa perlu mendapat penjaminan pemerintah. Dirut PT PLN (Persero) Nur Pamudji usai menandatangani nota kesepahaman pembiayaan dengan Bank Exim Korea mengatakan, pihaknya tertarik dengan skema utang tanpa penjaminan pemerintah. "Pembiayaan Exim Bank Korea ini tidak membenani APBN," ucapnya di Jakarta, Jumat (11/10).

Menurut dia, pihaknya sudah memulai skema utang tanpa jaminan pemerintah lewat proyek PLTG Arun, Aceh dan Bangkanai, Kalteng. Pinjaman melalui mekanisme export credit agency (ECA) itu berasal dari Bank Exim Finlandia dengan nilai sekitar 280 juta dolar AS. Untuk Bank Exim Korea, lanjut Nur, pihaknya akan mencoba pada proyek ekspansi PLTU Nagan Raya, Aceh Unit 3 dan 4 berkapasitas 2x200 MW. "Proyek akan ditender dalam triwulan ini," ujarnya.

Selanjutnya, proyek lainnya adalah PLTU Jambi 2x200 MW. Bank Exim Korea akan memberikan pinjaman pada pemenang lelang yang berasal dari Negari Ginseng tersebut. Ia juga mengatakan, meski dibiayai utang asing, kandungan lokal tetap diwajibkan misalkan untuk trafo. "Sementara boiler, turbin, dan generator berkapasitas besar masih boleh impor," ujarnya.

Skema ECA merupakan utang luar negeri yang akan diberikan langsung ke PLN tanpa penjaminan pemerintah. Pendanaan ECA dari Finlandia untuk Arun dan Bangkanai direncanakan berbunga 2,1 persen per tahun selama 12 tahun. Tingkat bunga dan tenor ECA itu lebih murah dibandingkan obligasi yang sama-sama tanpa penjaminan pemerintah, sehingga akan lebih kecil risikonya.

Obligasi PLN yang 30 tahun berbunga hingga 5,25 persen. Pendanaan melalui ECA untuk Arun dan Bangkanai tersebut merupakan pertama kalinya bagi PLN. Melalui mekanisme ECA, maka proses birokrasi menjadi lebih pendek dibandingkan pinjaman dengan mekanisne sub loan agreement (SLA) yang two step loan.

Kalau ECA hanya perlu proses di Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) yang diketuai Menko Perekonomian, maka SLA bisa lima menteri yakni Menteri BUMN, Menkeu, Menteri ESDM, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Menko Perekonomian, dan satu Gubernur Bank Indonesia. Selain itu, SLA membutuhkan persetujuan DPR, sedangkan ECA tidak perlu, karena murni bisnis. Hanya saja, kalau ECA, PLN mesti mencari dulu pemberi pinjamannya, sementara SLA sudah ditetapkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement