REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU-- SKK Migas memberi batas waktu hingga pertengahan Desember 2013 kepada PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan seluruh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk menerapkan kebijakan penyesuaian Upah Minimum Sektoral Migas Provinsi Riau 2013.
"Pada hari ini SKK Migas telah mengirimkan surat kepada CPI dan KKKS di Wilayah Riau agar segera melaksanakan UMPS paling lambat pembayaran pertengahan Desember 2013 termasuk rapelnya," kata Kepala Perwakilan SKK Migas Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), Bahari Abbas, dalam keterangan pers di Pekanbaru, Jumat (11/10).
Bahari Abbas menyatakan penentuan tenggat itu itu sebagai respons aksi demontrasi sekitar 2.000 buruh mitra kerja KKKS yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) pada Kamis (10/10).
Demonstrasi tersebut digelar di sejumlah daerah, di antaranya di Duri dan depan gedung Surya Dumai yang menjadi kantor SKK Migas Sumbagut di Pekanbaru.
Ia menjelaskan, kesepakatan itu merupakan hasil dari pertemuan perwakilan buruh yang berunjuk rasa, yang dimediasi oleh Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Andang Ginanjar, Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Riau Nazarudin, serta anggota DPD MPR RI Intsiawati Ayus di Kantor Perwakilan SKK Migas Sumbagut.
"Dan CPI telah menindaklanjuti kepada semua mitra kerja terkait untuk melaksanakannya melalui surat dimaksud, pada hari ini juga," ujarnya.
Ia menjelaskan, SKK Migas sebagai institusi Pemerintah yang bertugas untuk mengawasi dan mengendalikan kegiatan KKKS, telah berupaya mendorong KKKS untuk segera berkoordinasi dengan Kontraktor Penyedia jasanya bagi KKKS.
Menurut dia, SKK Migas sangat memahami keinginan para pekerja agar UMPS Sektor Migas tahun 2013 di Provinsi Riau segera diterapkan.
Karena itu, SKK Migas berkomitmen selalu mematuhi peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku, yang menyangkut permasalahan pekerja yang secara langsung mendukung produksi migas nasional di Provinsi Riau pada umumnya, termasuk Peraturan Gubernur Riau No. 24 Tahun 2013.
Peraturan perihal UMSP itu berlaku bagi seluruh perusahaan yang menjalankan usaha dan/atau mempekerjakan tenaga kerja di sektor migas di Provinsi Riau.
Menurut dia, perhitungan upah dalam revisi kontrak tidak mudah karena tidak ada struktur biaya yang disetujui dalam kontrak jasa yang diterapkan antara perusahaan jasa tersebut dengan KKKS "Revisi kontrak ini diperlukan sebagai dasar pembayaran upah dan rapel para pekerja kontrak jasa," ujarnya.
Dengan jumlah pekerja yang sangat besar, sekitar 12.000 orang, dipayungi oleh lebih dari 700 kontrak di CPI, membuat revisi kontrak perlu kajian terhadap masing-masing kontrak. "Sehingga butuh waktu untuk menyelesaikannya karena konsekuensi anggaran yang menggunakan uang negara dalam kegiatan KKKS," kata Bahari.
Ia menambahkan, para demonstran menyetujui kesepakatan itu, sehingga para pekerja tidak akan melanjutkan aksi mogok pada 11 hingga 14 Oktober 2013 seperti yang direncanakan.
Kewajaran Upah
Masalah UMSP di Riau sebelumnya juga menyebabkan seratusan buruh mitra kerja di Badan Operasi Bersama PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu (BOB-BSP) melakukan mogok kerja selama tiga hari sejak 17 September lalu.
Selain karena masalah administrasi revisi kontrak, salah satu poin yang dinilai memberatkan para KKKS adalah karena kenaikan upah pada tahun ini terlalu tinggi, yakni sekitar 40 persen dari tahun lalu.
Namun, Ketua Serikat Buruh Cahaya Indonesia (SBCI) Riau Adermi mengatakan, kenaikan itu sudah sewajarnya bagi buruh migas di Riau agar mendapat upah yang layak dan manusiawi.
"Kalau dilihat persentase saja memang besar. Namun, coba lihat apakah layak buruh bekerja di sumur minyak yang resikonya tinggi untuk keselamatan dan kesehatan, tapi mendapat gaji dasar selama ini hanya Rp1,7 juta sebulan," kata Adermi.