Senin 07 Oct 2013 15:50 WIB

Indonesia Bisa Menjadi 'Breakout Nation'

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA – Presiden Direktur PT Pertamina, Karen Agustiawan mengatakan Indonesia bisa menjadi negara breakout, yaitu negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi menakjubkan atau lebih cepat dibandingkan negara lain. Meskipun diakuinya, Indonesia akan menghadapi tantangan dan masa-masa sulit untuk mewujudkannya.

“Tidak ada peraturan umum mengenai negara breakout. Namun setidaknya Indonesia bisa mencapainya sebab empat hal,” ujar Karen dalam forum APEC CEO Summit 2013 di Nusa Dua, Bali, Senin (7/10).

Pertama, Karen memaparkan Indonesia sudah memperbaiki tata kelola pemerintahnya. Kedua, Indonesia berhasil mentransfer kekuasaan politik, dari satu partai menjadi beberapa partai. Ketiga, demokrasi Indonesia sudah diuji dan faktor ini bisa membantu Indonesia mencapai ekonomi breakout.

Keempat, Indonesia adalah negara perekonomian terbuka yang ekonominya konsisten tumbuh enam persen. Di samping itu, Indonesia juga berhasil melakukan deregulasi, dan banyak perusahaan-perusahaan nasional yang terus menaikkan nilai tambahnya. “Negara ini bisa menjadi lebih tangguh karena sudah memiliki makro ekonomi stabil dan sektor perbankan yang semakin kuat,” ujar Karen.

Karen menyoroti jika para pemimpin-pemimpin Indonesia, di berbagai level, masih terus tidur dan mengembangkan dinasti keluarga, seperti Argentina, maka Indonesia akan kehilangan kekuatannya. Karen menilai lingkungan bisnis Indonesia masih perlu terus diperbaiki. Infrastruktur yang masih buruk di lingkungan bisnis mungkin bisa disebabkan persoalan korupsi. Daya saing dan persaingan Indonesia di dunia juga perlu ditingkatkan.

Hanya sepertiga dari ekonomi dunia yang bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di atas lima persen. Author dari buku Breakout Nation, Ruchir Sharma menyebutkan negara-negara seperti Indonesia dan Cina yang sudah mengalami peningkatan ekonomi selama satu dekade akan berbalik mengalami penurunan pada dua dekade mendatang. “Hanya dua negara yang bisa bertahan selama dua hingga tiga dekade, di antaranya Taiwan dan Korea,” ujar Sharma dalam forum yang sama.

Sharma mengakui bahwa profil investasi di Indonesia dari sektor komoditas sangat baik, rata-rata 30 persen. Namun, Indonesia menurutnya mengalami perlambatan momentum sebab negara ini sangat bergantung pada pendanaan asing. “Jika Indonesia memiliki pemimpin baru pada 2014 nanti, kondisinya mungkin bisa menjadi lebih baik,” tambah Sharma.

Menurut Sharma, kondisi pemimpin politik dibanyak negara membawa pemerintahannya ke arah ekonomi populis dan mengarahkannya menjadi  salah, seperti negara-negara Amerika latin. Indonesia menurutnya harus mengurangi pendanaan asing dan tidak pernah takut jika memang harus mengurangi ekspektasi pertumbuhan ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement