REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengoperasian transportasi massal, Mass Rapid Transit (MRT), dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Manfaat pembangunan MRT antara lain penciptaan pekerjaan, penurunan waktu tempuh dan meningkatkan mobilitas, dampak positif lingkungan dan Transit Oriented Development (TOD) yang mampu menjadikan sistem MRT sebagai pendorong restorasi tata ruang dan fisik kota.
Lektor Kepala dan Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota dari Universitas Diponegoro Semarang, Djoko Suwandono mengatakan TOD tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada area sekitar stasiun sehingga dapat berdampak langsung pada peningkatan harga dan nilai lahan. Adapun MRT jika dipadukan dengan konsep pengembangan kota yang efisien dengan konsep smart growth, new urbanism dan mixed used development, maka akan menjadikan kota yang kompak, efisen dengan jarak dan waktu.
Hal ini akan berdampak positif bagi kinerja warga, kesehatan dan berujung pada kualitas hidup. "MRT secara langsung akan mereduksi kerugian ekonomi kemacetan," ujar Djoko, Kamis (26/9).
Secara tidak langsung, kata Djoko, MRT secara ekonomi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Dampak pertama yakni peningkatan nilai dan harga lahan di sekitar stasiun sebagai gerbang pusat kegiatan secara otomatis karena reduksi kemacetan di area tersebut. Permintaan lahan akan meningkat karena adanya peningkatan kebutuhan kegiatan yang diinginkan di area tersebut.
Kedua, MRT dapat mendorong pembangunan secara vertikal karena kebutuhan ruang kota dan strategis letak akan mengurangi perambahan lahan sawah di pinggiran kota yang otomatis mampu mengurangi banjir. "Melindungi lahan sawah akan menjaga swasembada pangan dan pengurangan impor pangan. Mengurangi banjir juga akan mereduksi biaya yang diakibatkan oleh banjir tersebut," kata dia.
Dampak ketiga adalah MRT memberi peluang peningkatan pendapatan untuk pemerintah setempat berupa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) karena peningkatan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebab areanya semakin strategis. Selain itu permintaan membangun akan meningkat terutama di sekitar simpul sebagai sub-pusat kegiatan kota.
Pakar Transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ofyar Tamin mengatakan wilayah Jakarta mengalami kerugian akibat kemacetan mencapai Rp 17,2 triliun per tahun. Berdasarkan data 2004, tanpa adanya perbaikan sistem transportasi, maka pada 2020 kerugian ekonomi akibat kemacetan diproyeksi mencapai Rp 65 triliun per tahun.
Kehadiran MRT diharapkan mampu menyelamatkan biaya tersebut. Meski begitu, MRT dinilai tidak mampu secara total menghilangkan kemacetan. "Harus ada integrasi dengan moda transportasi lain seperti monorail, busway ataupun bus reguler jika ingin menyelesaikan masalah kemacetan karena MRT tidak dapat meng-cover sendirian," ucapnya. Menurutnya, perbaikan angkutan umum perlu diperbaiki terlebih dahulu, barulah membatasi kendaraan pribadi.