REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil audit subsidi listrik tahun 2012 yang dirilis Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya selisih penghitungan subsidi sebesar Rp 6,7 triliun. Terkait hasil audit BPK ini, PT PLN (Persero) membantah bahwa badan usaha milik negara (BUMN) tersebut telah melakukan mark up terhadap besaran subsidi listrik yang diajukan ke pemerintah.
Koreksi perhitungan subsidi listrik tahun 2012 tersebut menurut Manajer Senior Komunikasi Korporat PLN, Bambang Dwiyanto, terjadi karena adanya sedikit perbedaan dalam menterjemahkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dalam perhitungan subsidi listrik antara PLN dan BPK. "PLN menyiapkan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi dan peraturan yang berlaku. Laporan keuangan PLN itu kemudian digunakan sebagai dasar dalam perhitungan besaran subsidi listrik," paparnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (25/9).
Perbedaan inilah, kata Bambang, yang menyebabkan adanya koreksi dalam perhitungan subsidi listrik. "Tidak ada niat atau maksud sedikitpun dari PLN untuk menaikkan atau mark up nilai subsidi listrik tersebut," ujarnya.
Bambang menerangkan, PLN melakukan penagihan subsidi listrik dalam tahun anggaran berjalan, setiap periode bulanan dan setiap periode triwulanan kepada Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan sesuai ketentuan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.111/PMK.02/2007. Berdasarakn PMK tersebut perhitungan subsidi listrik menggunakan formula: S = (HJTL – BPP (1+M)) x V.
S = Subsidi listrik
HJTL = Harga Jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari masing –masing Golongan tarif
BPP = Biaya Pokok Penyediaan/BPP (Rp/kWh) pada tegangan di masing-masing Golongan tarif
M = margin (%)
V = volume penjualan tenaga listrik (kWh) untuk setiap Golongan tarif