Senin 23 Sep 2013 16:37 WIB

Rangsang Aliran Modal, Suku Bunga BI Baiknya 7,5 Persen

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Arus modal asing (ilustrasi)
Arus modal asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan mengatakan ke depan suku bunga acuan perlu naik hingga 25 basis poin. Dengan demikian BI Rate di akhir tahun akan menjadi 7,50 persen. "Dengan menaikkan suku bunga rupiah akan stabil, pertumbuhan ekonomi direm sehingga impor berkurang dan defisit neraca transaksi berjalan menciut," kata Fauzi di sela hari ulang tahun Lembaga Penjamin Simpanan (HUT LPS) di Jakarta, Senin (23/9).

Naiknya suku bunga acuan BI ini tidak lain adalah untuk menarik hot money ke Indonesia. Aliran modal akan masuk jika suku bunga tinggi. Indonesia bukan satu-satunya yang menaikkan suku bunga acuan. Rata-rata negara yang mengalami defisit neraca transaksi berjalan menaikkan suku bunganya, seperti India, Brasil dan Turki.

Keputusan ditundanya penarikan stimulus quantitative easing (QE) oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) merupakan hal yang positif bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Hanya masalah yang terjadi di Indonesia tidak hanya berasal dari sentimen global, tetapi juga masalah dalam negeri.

Fauzi menilai nilai tukar rupiah masih sangat rentan dan impor Indonesia masih sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan tingginya defisit neraca transaksi berjalan. Di kuartal kedua defisitnya mencapai 9,8 miliar dolar AS.

Salah satu cara untuk menekan defisit adalah dengan menaikkan suku bunga. Naiknya suku bunga akan berdampak padaa perlambatan ekonomi. Dengan ekonomi yang melambat, impor akan turun dan defisit dapat diperbaiki. "Kita tidak bisa berbuat banyak dengan ekspor karena 60 persen ekspor adalah komoditas. Harga komoditas tidak akan naik dalam 1-2 tahun ke depan," kata Fauzi.

Investasi asing atau foreign direct investment (FDI) dinilainya tidak cukup untuk menutupi defisit transaksi berjalan saat ini. Kalaupun ada, kata Fauzi, FDI yang masuk tidak berorientasi pada ekspor yang berarti FDI tidak akan menghasilkan devisa ekspor. FDI justru akan meningkatkan impor dari penetrasi laba. "FDI bukan solusi untuk menutup defisit transaksi berjalan," ujar Fauzi.

Dengan naiknya suku bunga ekonomi akan meelambat. Fauzi menilai pertumbuhan ekonomi akan menuju 5,5 persen. Tahun ini ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 5,8 persen. Namun sebagai konsekuensi perlambatan, defisit akan mengecil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement